JAKARTA. Penjualan wadah makanan dan wadah memasak ikut terkena dampak pelemahan ekonomi. Nining W. Pernama, President Tupperware Indonesia & Vice President Sales Development Asia Pacific PT Tupperware Indonesia, mengatakan, pihaknya mengalami perlambatan penjualan wadah makanan dan minuman karena daya beli menurun akibat ekonomi yang lesu. "Kami merasakan perlambatan penjualan di wilayah Sumatera dan Kalimantan," kata Nining, Rabu (2/12). Kedua wilayah tersebut memberikan kontribusi yang kecil terhadap penjualan sehingga tidak memberikan dampak yang besar. Misalnya, kontribusi penjualan di Kalimantan sebesar 12%-15%, Sumatera 20%, Jawa 50% dan sisanya berasal dari penjualan di Sulawesi. Nining optimis, kedepan penjualan Tupperware akan meningkat di tahun 2016 seiiring dengan perbaikan ekonomi yang stabil sehingga mendorong daya beli. Sayangnya, ia enggan menyampaikan target pertumbuhan penjualan di tahun mendatang. Yang jelas, salah satu strategi perusahaan untuk meningkatkan penjualan dengan cara berjualan langsung atau direct selling. Direct selling adalah penjualan langsung produk Tupperware kepada konsumen melalui tenaga penjualan yang terkoneksi dengan distributor. Nining bilang, pihaknya memiliki 74 distributor dan 230.000 tenaga menjual yang menjual produk ke seluruh Indonesia. "Kami akan memperbesar jumlah tenaga penjual karena ingin menjadi market leader penjualan wadah ini di Indonesia," tambahnya. Ia mengakui, Tupperware mengalami pergeseran penjualan sejak kehadiran produk wadah makanan lain seperti Lock and Lock asal Korea Selatan. Meskipun porsi penjualan terjadi pergeseran, namun terjadi kenaikan jumlah konsumen sehingga masih ada ruang untuk Tupperware menjual produk ke pasar. "Penjualan terbesar Tupperware adalah wadah makanan dan minuman yang mencapai 90%, sisanya wadah memasak," jelasnya. Saat ini, produksi Tupperware mayoritas atau 70% berasal dari dalam negeri dan bahan baku sekitar 60%-70% berasal dari lokal. Nah, Tupperware memproduksi wadah makanan minuman dan wadah memasak dari tiga pabrik di Cikarang, Jawa Barat. Perusahaan sendiri tidak memiliki pabrik pribadi untuk produksi, namun mereka menjalin kerjasama untuk produksi barang. Sedangkan, untuk penempatan barang, Tupperware memiliki empat gudang (warehouse) di Balikpapan, Cikarang, Medan dan Surabaya dengan luas kisaran 15.000 meter persegi (m2). Ke depan, perusahaan belum ada rencana untuk membangun warehouse untuk kapasitas barang karena gudang yang sudah ada dapat menampung barang selama lima tahun ke depan.
50% penjualan Tupperware ada di pulau Jawa
JAKARTA. Penjualan wadah makanan dan wadah memasak ikut terkena dampak pelemahan ekonomi. Nining W. Pernama, President Tupperware Indonesia & Vice President Sales Development Asia Pacific PT Tupperware Indonesia, mengatakan, pihaknya mengalami perlambatan penjualan wadah makanan dan minuman karena daya beli menurun akibat ekonomi yang lesu. "Kami merasakan perlambatan penjualan di wilayah Sumatera dan Kalimantan," kata Nining, Rabu (2/12). Kedua wilayah tersebut memberikan kontribusi yang kecil terhadap penjualan sehingga tidak memberikan dampak yang besar. Misalnya, kontribusi penjualan di Kalimantan sebesar 12%-15%, Sumatera 20%, Jawa 50% dan sisanya berasal dari penjualan di Sulawesi. Nining optimis, kedepan penjualan Tupperware akan meningkat di tahun 2016 seiiring dengan perbaikan ekonomi yang stabil sehingga mendorong daya beli. Sayangnya, ia enggan menyampaikan target pertumbuhan penjualan di tahun mendatang. Yang jelas, salah satu strategi perusahaan untuk meningkatkan penjualan dengan cara berjualan langsung atau direct selling. Direct selling adalah penjualan langsung produk Tupperware kepada konsumen melalui tenaga penjualan yang terkoneksi dengan distributor. Nining bilang, pihaknya memiliki 74 distributor dan 230.000 tenaga menjual yang menjual produk ke seluruh Indonesia. "Kami akan memperbesar jumlah tenaga penjual karena ingin menjadi market leader penjualan wadah ini di Indonesia," tambahnya. Ia mengakui, Tupperware mengalami pergeseran penjualan sejak kehadiran produk wadah makanan lain seperti Lock and Lock asal Korea Selatan. Meskipun porsi penjualan terjadi pergeseran, namun terjadi kenaikan jumlah konsumen sehingga masih ada ruang untuk Tupperware menjual produk ke pasar. "Penjualan terbesar Tupperware adalah wadah makanan dan minuman yang mencapai 90%, sisanya wadah memasak," jelasnya. Saat ini, produksi Tupperware mayoritas atau 70% berasal dari dalam negeri dan bahan baku sekitar 60%-70% berasal dari lokal. Nah, Tupperware memproduksi wadah makanan minuman dan wadah memasak dari tiga pabrik di Cikarang, Jawa Barat. Perusahaan sendiri tidak memiliki pabrik pribadi untuk produksi, namun mereka menjalin kerjasama untuk produksi barang. Sedangkan, untuk penempatan barang, Tupperware memiliki empat gudang (warehouse) di Balikpapan, Cikarang, Medan dan Surabaya dengan luas kisaran 15.000 meter persegi (m2). Ke depan, perusahaan belum ada rencana untuk membangun warehouse untuk kapasitas barang karena gudang yang sudah ada dapat menampung barang selama lima tahun ke depan.