KONTAN.CO.ID - Puasa di bulan Ramadan merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Nah, ternyata, puasa merupakan salah satu contoh puasa intermiten. Melansir laman
Kemkes.go.id, puasa secara intermitten saat bulan Ramadan dilakukan dengan cara tidak makan dan minum selama kurang lebih 14 jam hingga 20 jam, tergantung dari letak negara dan musim yang berkaitan dengan mulai berpuasa sejak beberapa saat sebelum terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Menurut Kementerian Kesehatan, puasa memiliki sejumlah dampak bagi tubuh kita. Apa saja?
Pertama, hematologik atau jumlah lekosit tidak ada perubahn yang signifikan. Namun, kadar haemoglobin, RBC dan WBC meningkat. Demikian pula dengan jumlah trombosit yang meningkat. Kedua, penurunan kadar kolesterol total, trigliserid, LDL dan VLDL, serta peningkatan HDL kolesterol secara bermakna. Ketiga, tidak ada perubahan pada hormon-hormon. Keempat, penurunan indeks massa tubuh, lemak tubuh, dan lingkar pinggang. Kelima, pada sistem kardiovaskuler, tensi darah turun, tidak ada peningkatan kejadian penyakit koroner, stroke, gagal jantung maupun fibrilasi atrial. Keenam, adanya perbaikan dan peningkatan fungsi respiratori secara bermakna. Ketujuh, sistem penglihatan terjadi perbaikan secara bermakna kecuali pada kondisi kelainan mata tertentu (ekifalen sferikal dan astigmata kornea). Kedelapan, perbaikan faktor-faktor keradangan, sitokin, tumor necrosis factor dan penanda tumor. Berdasarkan informasi di atas, maka Kemenkes menyimpulkan bahwa berpuasa untuk sementara waktu atau dalam periode tertentu (intermiten) dapat dilakukan sebagai alternatif tatalaksana penyakit saluran cerna yang tidak respon dengan pengobatan. Tujuannya adalah untuk mengistirahatkan sementara saluran cerna. Sebagai alternatif tatalaksana apabila tidak berespon dengan pengobatan, berpuasa ternyata berefek positif dalam memperbaiki gejala pada penyakit Irritable Bowel Syndrome (IBS) dan Irritable Bowel Disease (IBD). Berpuasa secara intermiten bermanfaat dalam perbaikan penyakit radang usus dan perbaikan microbiota usus. Secara otomatis, selama puasa intermiten tubuh kita akan mengalami adaptasi. Sistem saraf dan endokrin akan merespon positif selama tidak ada sumber makanan yang masuk selama berpuasa. Usus diberi kesempatan untuk beristirahat sejenak sehingga bisa ada kesempatan perbaikan sel-sel usus. Cadangan makanan dalam bentuk lemak akan dibongkar untuk dijadikan tenaga (katabolisme). Glikogen otot dibongkar untuk dijadikan sumber tenaga. Manfaat yang diperoleh adalah terjadi peningkatan sensitifitas insulin, anabolisme akan terjaga serta peningkatan ketahanan tubuh terhadap stress. Strategi puasa Ramadan bagi penderita sakit asam lambung: Keberhasilan dalam menjalankan puasa Ramadan bagi individu dengan penyakit asam lambung tergantung pada strategi pengaturan pola makan, jenis makanan, waktu makah sahur dan berbuka. Dan tidak kalah penting adalah keberanian untuk berpuasa, percaya diri dan usaha mengalahkan kekhawatiran nyeri lambung atau usus kambuh atau bertambah parah. Mengutip Kemenkes, berikut ini tips cara berpuasa Ramadan pada penderita sakit asam lambung: 1. Makan dengan porsi sesuai dengan kebutuhan kalori dan protein 2. Hindari makanan dan minuman yang dapat menyebabkan kekambuhan (pedas, keras, tidak matang atau setengah matang, kecut, bersoda, kopi) 3 Makan perlahan (tidak tergesa) yakin dan percaya pada diri sendiri bahwa makanan dan minuman dapat bermanfaat dan puasa Ramadhan dapat sukses (berdo’a dan pasrahkan kepada Allah SWT)
4. Dekatkan jarak makan sahur ke saat imsyak; dan saat berbuka puasa /ta’jil minum hangat dan snack (manis) didahulukan 5. Jangan tidur setelah perut terisi makanan, bila mengantuk tinggikan dada-perut (posisi setengah duduk dengan sudut 15-30 derajat) 6. Bila masih menkonsumsi obat silahkan diminum sebelum makan utama atau setelah makan utama (sesuai petunjuk dokter) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie