60% Ponsel di Indonesia Ilegal



JAKARTA. Barang selundupan dan barang asli tapi palsu alias aspal ternyata masih memenuhi pasar ponsel Indonesia. Menurut Asosiasi Pengusaha dan Importir Telepon Genggam (Aspiteg) kasus penyelundupan ponsel masih sering terjadi. Ketua Umum Aspiteg Nadham Yusuf memperkirakan 60% dari ponsel yang beredar di Indonesia masuk secara ilegal, alias tanpa dilengkapi dokumen resmi. Ponsel-ponsel tersebut bahkan bisa masuk melalui pelabuhan utama di Indonesia.Ponsel ilegal itu antara lain masuk lewat pelabuhan di Jakarta, Batam, dan Semarang. "Kasus penyelundupan tertinggi yang pernah terbongkar ada di Jakarta," kata Nadham, kemarin (29/9). Menurutnya, penyelundupan di Jakarta mencapai dua kontainer.Beberapa waktu lalu, di Semarang juga terungkap penyelundupan 15.000 unit ponsel. Sementara di Batam ditemukan 60.000 ponsel hasil selundupan. Selain lewat pelabuhan utama, ponsel ilegal diam-diam juga masuk lewat beberapa pelabuhan kecil, seperti di Sumatera dan Kalimantan.Ketua Umum Perhimpunan Importir Seluler Indonesia (PISI) Eko Nilam mengungkapkan, dari total impor ponsel tahun lalu sebanyak 35 juta unit atau senilai US$5,7 miliar, yang tak membayar pajak mencapai 93%. Artinya, jumlah telepon genggam ilegal mencapai 32,55 juta unit.Jumlah ini diperkirakan tidak beda jauh dengan tahun ini. Nadham menilai impor ponsel ilegal marak lantaran aturan Pemerintah soal impor ponsel tumpang tindih sehingga birokrasi impor ponsel jadi panjang. Alhasil, banyak importir memilih mengimpor lewat jalur tidak resmi. Eko menilai Pemerintah tak punya instrumen handal mengerem peredaran ponsel ilegal. Selain sertifikasi yang diberikan Pemerintah hanya berdasarkan tipe, pengawasan bea cukai sering bocor.Departemen Perdagangan sebelum ini berjanji melakukan sinkronisasi aturan impor ponsel dengan Depkominfo dan Bea Cukai. Namun, Gatot S. Dewa Broto, Kepala Pusat Informasi dan Humas Depkominfo, meyatakan, aturan impor ponsel sudah bagus dan tidak tumpang tindih. "Semua sesuai kewenangan masing-masing," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: