JAKARTA. Bank Indonesia punya nafas panjang menenteramkan hati bankir agar mau menurunkan bunga kredit. Bunga rendah, pasalnya, diharapkan bisa mendorong masyarakat mengambil kredit, mendorong konsumsi, lalu ujungnya mendorong pertumbuhan ekonomi. Cara BI yang terbaru adalah menetapkan bunga acuan utama baru, bernama seven-day (reverse) repo rate menggantikan istilah BI
rate. Acuan baru ini berlaku per 19 Agustus lalu. Bedanya, BI
rate mengacu pada suku bunga moneter bertenor 12 bulan. Sedangkan 7-Day RR
rate mengacu pada rata-rata bunga pasar uang antarbank (PUAB)/
overnight seminggu. Dengan tenor pendek dan menyasar bunga transaksional antarbank, BI menilai, instrumen baru ini lebih mencerminkan kondisi likuiditas bank.
Setelah dihitung oleh BI, 7-Day RR rate lebih rendah
. Per Agustus, dengan keputusan mempertahankan bunga, BI menetapkan 7-Day RR
rate sebesar 5,25%, sedangkan BI
rate di level 6,25%. Jalan bunga acuan baru berimbas pada bunga kredit bank, masih panjang. Pasalnya, sasaran awal BI dari kebijakan ini adalah likuiditas bank. Semakin encer likuiditas bank, semakin murah biaya dana (
cost of fund), semakin tenang hati bank menyalurkan kredit. Bonusnya, bunga kredit bisa lebih murah. Kerangka operasi moneter untuk menjaga likuiditas bank dari BI ini masih sama. Ada
deposit facility rate (DF) yang menjadi acuan bunga bagi bank yang menyimpan di BI, serta
lending facility rate (LF) sebagai bantuan likuiditas jangka pendek dari BI bagi bank yang membutuhkan dana. Bedanya, dalam kerangka operasi moneter lama, DF ditetapkan sebesar 200 basis poin di bawah BI
rate, dan LF sebesar 50 basis poin di atas BI
rate. Sebagai gambaran, jika BI
rate 6,5%, maka bunga yang didapat bank jika menyimpan di BI sebesar 4,5%, sedangkan jika meminjam dari BI, beban bunganya 7%. Dengan kerangka baru, bunga DF dan LF ditetapkan simetris 75 basis poin ke bawah dan ke atas dari 7-Day RR rate. Dengan kata lain, bunga simpanan untuk bank dari BI sama 4,5%, tetapi jika meminjam likuiditas dari BI beban bunganya hanya 6%. Lebih ringan bagi bank ketika mencari likuiditas. Tabel kerangka operasi moneter lama v baru:
| Kerangka Operasi Moneter | Kerangka Operasi Moneter |
| LAMA | BARU |
Sk bunga kebijakan | BI rate | BI 7-day RR rate |
Tercemin pada tenor OM | 12 bulan | 1 minggu |
Standing facilities | LF (ceiling), DF (floor) | LF (ceiling), DF (floor) |
Koridor | Asimetris (50 bps + 200 bps) | Simetris (75 bps + 75 bps) |
Sumber: Bank Indonesia Tunggu bunga kredit turun Sebenarnya, menurut BI, likuiditas bank saat ini baik-baik saja. Hanya saja, seret menyalurkan kredit dengan alasan permintaan kredit pun masih rendah. Indikatornya, rasio Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga di posisi 20,3% per akhir Juni lalu. Namun, kemampuan bank mengumpulkan likuiditas atau simpanan dari masyarakat makin lambat, dengan pertumbuhan 5,9%
year on year. Di sisi lain, penyaluran kredit bank juga lesu, hanya tumbuh 8,9%. Hal ini menyebabkan penurunan efisiensi bank. Tujuan BI dari kebijakan ini adalah membuat bank "malas" menaruh uang di BI, namun mendorong bank lebih pede menggelontorkan kredit, juga dengan bunga lebih murah. Ini bisa menjadi kesempatan bagi masyarakat mencari kredit dengan beban lebih ringan. Perencana Keuangan dari Zelts Consulting Ahmad Gozali juga melihat, BI sedang mencoba menyeret turun bunga kredit perbankan. Memang, masyarakat masih harus menunggu seberapa besar efek dan penurunan dari kebijakan ini. Menurut dia, BI juga masih berpeluang menurunkan bunga. Kecuali bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve menaikkan bunga, menurut dia, BI akan mempertahankan bunga. “Tapi tidak naik juga,” katanya. Nah, momentum penurunan bunga ini bisa dimanfaatkan oleh calon debitur. “Kalau keperluan kreditnya masih bisa menunggu, saya rasa tidak ada salahnya menunggu dulu perkembangan kebijakan ini,” kata dia. Ahmad tak sendirian menghitung masih ada peluang penurunan bunga. Wisnu Wardana, Ekonom sekaligus Analis Obligasi di Bank Danamon juga memperkirakan, masih tersisa ruang penurunan 7-Day RR rate sampai 50 basis poin sehingga di akhir tahun nanti menjadi 4,75%. Nah seberapa cepat bankir segera memangkas bunga kreditnya? Banyak tantangan, banyak godaan Dengan bunga acuan lebih mencerminkan kondisi transaksional perbankan, kelebihan 7-Day RR Rate ini disebutkan, lebih cepat berimbas pada bunga perbankan. “Kebijakan BI bertujuan untuk memperkuat operasi moneter BI, sehingga transmisi kebijakan moneter dapat direspon lebih cepat oleh suku bunga pasar,” kata Ekonom Bank Permata Josua Pardede. Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas senada. Menurut dia, suku bunga acuan atau BI
rate sebelumnya membutuhkan waktu tiga bulan untuk ditransmisikan. "Dengan 7-Day Repo Rate, ke depan bisa lebih cepat dari itu," ujar Rohan Hafas. Sebagai gambaran, bunga kredit di bank masih dua digit. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), suku bunga rata-rata perbankan untuk kredit modal kerja di periode yang sama adalah 11,84%, untuk kredit investasi 11,49%, dan konsumsi 13,83%. Mengutip Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Bank Mandiri per Juni, bunga kredit korporasi 10,25%, kredit ritel 9,95%, kredit mikro 19,25%, dan kredit konsumsi KPR 10,25%. Secepat itu bank menurunkan bunga kredit? Bank Indonesia pun tak terlalu agresif berharap. Otoritas moneter ini malah memangkas proyeksi pertumbuhan kredit perbankan menjadi 7%-9%, dari sebelumnya di atas 10%. Target baru ini lebih rendah ketimbang proyeksi OJK yang sebesar 11%. Soalnya, lesunya penyaluran kredit perbankan dipengaruhi risiko ekonomi Indonesia. Misalnya, pertumbuhan ekonmi global masih belum kuat yang berimbas pada permintaan kredit atau investasi di Tanah Air, penghematan belanja pemerintah II-2016 juga berpotensi menurunkan pertumbuhan tahun ini. Selain itu, harga komoditas global masih rendah. Juga, inflasi harga makanan bergejolak akibat dampak fenomena La Nina. Dengan kondisi tersebut, diperkirakan permintaan kredit pada bank juga tak sekencang harapan. Dengan pertumbuhan DPK yang seret, bank memilih menjaga penerimaan dari bunga kredit. "Artinya, dalam jangka pendek, transmisi ke suku bunga perbankan akan lebih lambat," kata Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo. Di sisi lain, OJK masih belum menggerakkan batas atas bunga deposito (
capping) dengan alasan masih akan menunggu dampak pemberlakuan bunga baru 7-Day RR rate. Ini artinya, bank masih akan adu kuat menawarkan bunga deposito paling harum pada nasabah, sehingga
cost of funds tidak akan turun. OJK bilang, baru akan mengevaluasi
capping bunga akhir kuartal III atau di kuartal IV. Pasalnya, OJK juga enggan bank kembali perang bunga deposito demi menarik dana yang masuk hasil kebijakan
tax amnesty. “Masih akan kita pelajari dulu, apakah akan direvisi atau dihapus,” ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad, akhir pekan lalu. Sebagai informasi, saat ini, OJK menerapkan
capping bunga deposito untuk BUKU III dan IV. Untuk BUKU III (bermodal inti antara Rp 5 triliun - Rp 30 triliun) maksimal bunga deposito adalah 75 bps di atas BI rate atau 7,25%. Sedangkan untuk empat bank terbesar Tanah Air, maksimal bunga deposito adalah 100 bps di atas BI Rate atau 7,5%. Direktur Risk Manajemen Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengakuinya. Menurut dia, acuan bunga baru tak akan menimbulkan perubahan
cost of fund bank karena
capping suku bunga yg ditetapkan oleh OJK tetap mengacu pada
term structure operasi moneter 12 bulan, yang sama dengan BI rate. “Apabila di kemudian hari terjadi penurunan suku bunga
term structure 12 bulan, maka secara otomatis besarnya
rate dalam penetapan maksimal pemberian suku bunga deposito rupiah akan disesuaikan, sehingga
cost of funds juga akan menurun," katanya. Tak cuma tantangan ekonomi yang bikin lesu perbankan menyalurkan kredit, tapi juga ada godaan lain. Misalnya, pemerintah jor-joran menggelontorkan Surat Berharga Negara (SBN) berbunga harum, sehingga bank lebih menyukai menyimpan dananya di sana ketimbang menggelontorkan sebagai kredit. Mengutip Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) di Kementerian Keuangan, bunga obligasi acuan masih di atas 8,25%. Jika kondisi ini yang terjadi, yaitu bank seret likuiditas karena jor-joran membeli SBN, menurut Josua Pardede dari Bank Permata, bank tetap saja akan sulit mengoptimalkan tugas penyaluran kreditnya. Bank kembali akan lebih menjaga bunga kredit, sehingga penurunan bunga kredit bagi nasabah lebih sulit. Peer bersama Jika OJK kembali menetapkan batas bunga deposito single digit, menurut Wisnu Wardana dari Bank Danamon, sumber pendanaan bank akan lebih tertimbun di tenor jangka pendek lantaran bagi nasabah, tak ada insentif menarik untuk menaruh dana di instrumen bertenor lebih panjang. Karena itu, Wisnu mengatakan, BI bisa memberi kebijakan pelengkap. Misalnya, menetapkan beberapa
ceiling atau batas atas bunga deposito tergantung pada tenornya. Ekonom menilai, upaya menurunkan bunga bank dan menjaga konsumsi bukanlah tugas BI semata. Apalagi, pemerintah juga mematok target pertumbuhan ekonomi optimis. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% di tahun ini. Sedangkan BI sudah merevisi ke bawah menjadi 4,9% - 5,3% dari sebelumnya 5%-5,4%.
"Terkait transaksi repo antar bank, menurut saya perlu ada koordinasi BI sebagai regulator yg mendukung pendalaman pasar repo serta OJK sebagai regulator pengawasan bank sehingga transaksi repo dapat berjalan efektif, sehingga seluruh bank dapat mempertahankan kondisi likuiditasnya," kata Josua Pardede. Sedangkan Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, masih ada sektor industri yang masih bisa diandalkan. Sektor perdagangan, infrastruktur, dan pariwisata, perlu diberikan kemudahan lagi agar bisa menarik kredit. Pemerintah juga perlu meningkatkan daya beli masyarakat agar konsumsi naik. Wah, jalan 7-Day RR rate berbuah bunga kredit bank lebih murah, masih panjang ya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia