7 Saran pengamat kepada pemerintah agar UMKM tak tumbang saat resesi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi Indonesia dipastikan resesi. Menurut ramalan Pemerintah, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2020 akan berada di kisaran minus 1,1% hingga 2,9%, sementara pertumbuhan ekonomi di kuartal II minus 5,32%.

Resesi dapat diartikan perlambatan atau roda ekonomi berhenti, dengan kondisi daya beli masyarakat menurun, aktivitas ritel dan industri manufaktur tutup, serta tingkat pengangguran semakin meluas akibat terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) dimana-mana.  

Suhaji Lestiadi, Pengamat dan Pemerhati Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menilai serangkaian kebijakan pemerintah yang tepat guna sangat diperlukan agar resesi tidak sampai berimbas pada seluruh sendi kehidupan sosial dan politik di tanah air.


Sebelumnya, pemerintah telah menggulirkan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Paket kebijakan ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas sosial, ekonomi dan keuangan. Selama ini Program PEN fokus mendukung kinerja BUMN dan UMKM melalui berbagai stimulus pendanaan seperti penundaan pembayaran kredit, penjaminan modal kerja, subsidi bunga, kompensasi dan restrukturisasi kedit bagi pelaku usaha yang terdampak Covid-19. 

Baca Juga: Menkop UKM: Realisasi program PEN sektor UMKM sudah lebih dari 70%

Suhaji secara prinsip mengapresiasi kebijakan tersebut, namun dari sisi alokasi dana sebesar 2,5% dari PDB dinlai masih terlalu kecil. Sebab, hampir seluruh negara terdampak Covid-19 lainnya di dunia mengalokasikan dana bagi Program PEN minimal sebesar 10% dari PDB. 

“Saya khawatir, bila stimulus yang diberikan terlalu kecil dan pemulihan ekonomi berjalan lambat maka industri apalagi sektor UMKM akan kehilangan pasar serta mengalami kesulitan modal. Terburuk, ancaman peningkatan jumlah pengangguran yang diperkirakan mencapai 10,7 juta - 12,7 juta orang pada 2021,” kata Suhaji dalam webinar, Senin (28/9).

Suhaji mendorong agar pemerintah dapat mempertimbangkan solusi khusus di bidang ekonomi yaitu memacu aktivitas sektor UMKM dan Koperasi sebagai lokomotif pemulihan ekonomi nasional. Caranya, melakukan integrasi kebijakan pembangunan UMKM & Koperasi Indonesia berbasis produk unggulan lokal melalui tujuh visi Penguatan Ekonomi Nasional. Ini didasari pertimbangan bahwa 99% populasi usaha, 97% lapangan kerja, serta 60% PDB adalah dari sektor UMKM dan Koperasi. 

Pertama, melakukan resetting konsep pembangunan ekonomi rakyat ke arah sistem ekonomi yang lebih berkeadilan dan kekeluargaan dengan menempatkan koperasi sebagai soko guru perekonomian Indonesia. 

Kedua, menyiapkan pembiayaan pandemi bagi koperasi dan UMKM senilai Rp 500 triliun per tahun hingga dua tahun ke depan (2021-2022), dengan pola chanelling yang dijamin Lembaga Penjaminan (Jamkrindo, Askrindo, dan lainnya). 

Ketiga, harus dilakukannya pengembangan produk lokal unggulan dari hulu hingga ke hilir sebagai basis usaha koperasi dan UMKM. 

Keempat, sinergi dan orkestrasi pembangunan ekonomi rakyat berbasis koperasi dan UMKM dengan seluruh kementerian dan seluruh stakeholders bisnis.  

Kelima, disiapkan peraturan dan ketentuan pendukung pelaksanaan resetting dan perubahan mindset pembangunan ekonomi rakyat. “Ini berisi kebijakan umum, sistem dan prosedur pelaksanaan, reward and punishment yang tegas dan transparan melalui Dashboard Management System,” imbuhnya. 

Keenam adanya scale up usaha dan penguatan digitalisasi bagi Koperasi dan UMKM, menuju terbentuk market place. 

Ketujuh, membangun kemandirian dan daya saing ekonomi bangsa melalui gerakan jiwa kewirausahaan dan gerakan aku cinta produk Indonesia. 

“Bila dilakukan dengan baik, ketujuh strategi ini diharapkan dapat menghindari resiko Indonesia terkena resesi berkepanjangan (depresi) dan mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional hingga pertumbuhan sebesar 4% di tahun 2021,” pungkas Suhaji. 

Selanjutnya: Ekonom: Pertumbuhan ekonomi Indonesia tergantung pada penemuan vaksin Covid-19

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie