717 Tanah Kementerian Keuangan belum disertifikasi



JAKARTA. Ternyata masih banyak aset Kementerian Keuangan yang belum mempunyai sertifikat. Dari 3.713 bidang tanah, masih ada 717 yang belum bersertifikat.Kementerian Keuangna menargetkan sertifikasi lahan tersebut bisa segera selesai dalam dua tahun mendatang. Untuk mempercepat upaya itu, Kementerian Keuangan sudah meneken nota kesepahaman dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Nantinya, sertifikasi ini terdiri pendaftaran tanah yang belum bersertifikat dan perubahan nama untuk tanah menjadi nama pemerintah cq Kementerian Keuangan. Kepala BPN Hendarman Supandji mengakui, nota kesepahaman ini penting dilakukan dalam rangka tata kelola barang milik negara di lingkungan Kementerian/Lembaga. Harapannya, "Pemerintah bisa mengelola barang milik negara dengan lebih akuntabel," katanya, Selasa (2/10). Menurutnya, seluruh K/L perlu membangun database aset yang dipetakan dalam empat kategori yaitu aset dan barang milik negara yang telah didaftarkan, aset dan barang milik negara yang belum didaftarkan, aset yang bermasalah, dan barang milik negara yang harus dibaliknama atas nama pemerintah.BPN telah mengeluarkan peraturan mengenai pelimpahan kewenangan pemberian dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah negara alias kewenangan untuk sertifikasi tanah kepada kepala kantor pertanahan kabupaten/kota. Dengan aturan tersebut, Hendarman mengatakan sertifikasi lahan milik kementerian/lembaga tidak harus melalui Kepala BPN. "Dulu (sertifikat aset dan BMN milik K/L) harus ke Kepala BPN, sekarang saya limpahkan ke kepala kantor pertanahan daerah untuk bisa menyelesaikan, jadi bisa lebih cepat," ujar Hendarman. Pada 2013, BPN menargetkan penerbitan aset sertifikat aset sebanyak 3.750 bidang. Hendarman berharap, dengan kerjasama nota kesepahaman dengan kementerian/lembaga maka penertiban aset negara bisa lebih baik. Dengan pengelolaan aset yang lebih baik, mantan Jaksa Agung ini bilang kementerian/lembaga bisa mencapai hasil audit wajar tanpa pengecualian dari BPK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Edy Can