80 Juta Lapangan Pekerjaan Bakal Hilang Akibat Digitalisasi Teknologi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memperkirakan ada sekitar 80 juta lapangan pekerjaan akan hilang akibat perkembangan digitalisasi teknologi yang semakin maju. 

Namun, pada saat yang bersamaan akan muncul 67 juta pekerjaan baru yang memerlukan keterampilan baru, yang menyesuaikan perkembangan digitalisasi.

"Transformasi kemampuan dengan teknologi dan pemanfaatan digital ini sangat kita perlukan di masa depan. Ini yang harus kita percepat," kata Pelaksana Harian Deputi IV Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud dalam agenda media briefing di kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (12/6).


Dalam acara yang sama, Asisten Deputi Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja (PPTK) Kemenko Perekonomian Chairul Saleh mengatakan bahwa otomatisasi menjadi isu utama soal lapangan pekerjaan.

Baca Juga: Pemerintah Targetkan Investasi Rp 1.900 Triliun di 2025, Pengamat: Tak Lihat Kondisi

Untuk itu, Kemenko Perekonomian terus mendorong sektor industri padat karya untuk bisa mengadopsi digitalisasi ekonomi.

"Ini jelas, mungkin sudah kita rasakan sekarang ya, dari berbagai sektor otomatisasi ini banyak menggantikan tenaga kerja manusia konvensional," ucap Chairul.

Chairul juga menerangkan, pemerintah kini tengah mempersiapkan sejumlah tenaga kerja yang siap berhadapan dengan digitalisasi. Adapun tenaga kerja yang dipersiapkan ialah dengan merevitalisasi sistem pendidikan vokasi.

"Kita mulai dengan merevitalisasi sistem pendidikan kita, utamanya vokasi untuk saat ini,  karena memang fitur dari lulusan tenaga kerja kita ini kan masih banyak yang pendidikan menengah ke bawah. Jadi di sini kita fokuskan kepada vokasi, karena vokasi ini yang lebih siap kerja," tuturnya.

Chairul menambahkan, sejumlah pekerjaan yang sifatnya rutin dan berulang akan mulai hilang akibat dari majunya perkembangan digitalisasi.

Baca Juga: Tebar Diskon Pajak, Pemerintah Sudah Raup Investasi Rp 370 Triliun

"Itu sudah pasti akan tergantikan karena semua sudah bisa terbaca oleh algoritma. Nah hanya persoalannya bagaimana kita bisa menyiapkan tenaga kerja yang memang punya skill set untuk bisa  mengelola AI (kecerdasan buatan) itu menjadi sebuah proses pekerjaan," tambahnya.

Tak hanya soal lapangan pekerjaan, Musdhalifah juga menilai masih banyak tantangan-tantangan yang dihadapi Indonesia ketika perkembangan teknologi yang semakin maju, mulai dari lemahnya cyber security dan keamanan data konsumen, banjirnya produk-produk impor, serta ancaman predatory pricing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi