80% Proyek Listrik 10.000 MW Tahap II Ditawarkan ke Swasta



JAKARTA. Pemerintah akan memberi porsi lebih besar kepada Independent Power Producer (IPP) atau perusahaan listrik swasta untuk berpartisipasi dalam proyek percepatan 10.000 MW tahap II. Dari total kapasitas sebesar 11.144 MW yang akan dibangun dalam proyek tahap II tersebut sebesar 9.144 MW-nya akan ditawarkan ke swasta. Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jacobus Purwono menjelaskan, pemerintah akhirnya memutuskan untuk menawarkan porsi lebih besar kepada swasta karena menyadari kemampuan finansial PT PLN (Persero) yang terbatas. 'Mereka mungkin hanya sanggup membangun maksimal 2.000 MW. Selebihnya lebih baik ditawarkan ke swasta,' ujarnya, Senin (8/12). Dalam hitungan Purwono, pembangunan pembangkit yang menjadi bagian 10.000 MW tahap II ini akan menelan investasi sebesar US$ 20 miliar dengan rincian US$ 15 miliar untuk konstruksi dan US$ 5 miliar sisanya untuk membangun jaringan sistem transmisi dan distribusi. Ditambahkannya, penentuan pemenang dari pihak swasta akan dilakukan dengan menggunakan sistem tender. Saat ini, pemerintah menurutnya tengah melakukan finalisasi persiapan dokumen tender, sehingga pada Januari 2009 sudah bisa diumumkan penawaran tendernya. Purwono sendiri optimis penawaran tender proyek 10.000 MW tahap II kepada pihak swasta akan laris manis bak kacang rebus. Pasalnya, untuk menarik minat perusahaan swasta agar mau terlibat dalam proyek tersebut, pemerintah sedang menimbang akan memberikan penjaminan untuk pendanaan pinjaman dari perbankan. Rencana pemberian penjaminan oleh pemerintah tersebut sebelumnya juga pernah disinggung Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro. Dalam analisis Purnomo, perusahaan listrik swasta saat ini sedang mengalami kendala pendanaan akibat krisis ekonomi global belakangan. Bayangkan, dari 152 proyek IPP. hanya 26 proyek saja yang sudah jalan sampai saat ini. Selain karena tersangkut masalah pendanaan, kendala proyek IPP juga karena pengembang yang tidak kredibel dan kenaikan harga bahan baku pembangkit dan biaya jasa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Didi Rhoseno Ardi