85 perusahaan mengajukan penundaan UMP 2011



JAKARTA. Masih banyak pengusaha yang tak sanggup membayar upah pekerjanya sesuai upah minimum provinsi (UMP). Hingga akhir Januari ini sebanyak 85 perusahaan telah mengajukan penundaan penerapan UMP 2011.

Mayoritas perusahaan tersebut berada di Jawa Barat, sebanyak 60 perusahaan, menyusul 21 perusahaan di Jawa Tengah, dua di Jawa Timur dan dua lainnya di Papua. "Total tenaga kerja pada 85 perusahaan itu mencapai 4.149 orang," ungkap Muhaimin Iskandar, Menteri Tenaga Kerja, Senin (31/1).

Data 85 perusahaan yang mengajukan penundaan UMP 2011 tersebut berasal dari laporan Dinas Tenaga Kerja dan Dewan Pengupahan Daerah tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota se-Indonesia. Muhaimin berharap, pimpinan daerah yang berwenang menerima atau menolak permohonan penundaan ini, bisa berlaku adil. Para kepala daerah juga harus mempertimbangkan tingkat kesejahteraan pekerja maupun kemampuan para perusahaan itu.


Muhaimin menyarankan, agar lebih adil, sebelum para kepala daerah tersebut memutuskan perlu ada analisis terhadap kondisi perusahaan yang mengajukan penangguhan upah tersebut. Pemeriksaan kondisi perusahaan itu dapat dibantu dengan auditor akuntan publik ataupun Dewan Pengupahan.

Ia menambahkan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi terus melakukan monitoring, konsultasi dan pendampingan bagi Dinas Tenaga Kerja di daerah. Begitu pula pendampingan bagi Dewan Pengupahan Daerah dan para pimpinan daerah terkait pengajuan penundaan penetapan UMP 2011 ini.

Imbas kenaikan harga

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, ke-85 perusahaan tersebut mengajukan penundaan UMP demi menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK). Perusahaan itu bisa gulung tikar bila upah buruh dinaikkan sesuai UMP.

Dia mengungkapkan, sebagian besar perusahaan yang minta penundaan itu industri tekstil yang kena imbas kenaikan harga kapas dunia. "Biaya produksi membengkak," ungkap Sofjan, Senin (31/1).

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengakui banyak perusahaan tekstil yang tak sanggup membayar upah sesuai UMP. Selain kena imbas kenaikan harga kapas, perusahaan juga kena beban bea masuk sekitar 5% sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 241 Tahun 2010.

Penyebab lain, kisruh antara pengusaha dan pemerintah daerah, seperti di Sukabumi dan Jakarta. "Kepala daerah seenaknya menetapkan UMP, beda dengan Dewan Pengupahan," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini