KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) memasuki tahun kesembilan pada 20 Oktober 2023. Kinerja berbagai sektor dinilai masih perlu perbaikan. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, kinerja ekonomi era Presiden Jokowi masih mengandalkan naik turunnya harga komoditas. Begitu komoditas
booming terjadi pertumbuhan berkisar 5%. Namun, begitu sebaliknya, mulai terjadi tekanan ke berbagai indikator ekonomi. “Pertumbuhan ekonomi tidak berbasis pada penguatan struktur industri pengolahan. Porsi industri manufaktur terus menurun dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB),” ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Minggu (22/10).
Baca Juga: Pemerintahan Jokowi Dinilai Belum Mampu Tekan Angka Pengangguran Secara Signifikan Bhima menilai, keberadaan hilirisasi nikel tidak berkorelasi dengan naiknya porsi industri manufaktur. Jadi hilirisasi tidak sejalan dengan konsep industrialisasi dan ini problem mendasarnya. Sebab, basis pengolahannya masih sangat primer, misalnya bijih nikel menjadi NPI dan feronickel, belum sampai ekspor baterai atau mobil listrik jadi. Kemudian, di sisi pertanian, Bhima menilai ketergantungan impornya makin besar, terutama beras, gula, dan kedelai. Lebih lanjut Bhima menyebut lima program Presiden Jokowi yang bermasalah. Pertama, Food estate. Program food estate memicu deforestasi secara masif tapi tidak berkorelasi dengan meningkatnya produksi pangan. Impor bahan pangan khususnya beras naik tajam diakhir pemerintahan jokowi. “Kegagalan mengatasi masalah pangan jadi rapor merah Jokowi, belum termasuk menteri pertanian yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena korupsi,” ucap Bhima. Kedua, Jalan tol trans sumatera. Bhima mengatakan, pembangunan jalan tol belum mampu menurunkan biaya logistik, justru indeks logistik anjlok 17 peringkat saat pembangunan masif jalan tol. Di saat yang sama BUMN Karya mengalami tekanan finansial atau
financial distress karena penugasan jalan tol. Tarif yang mahal juga sebabkan utilitas jalan tol rendah.
Baca Juga: Berikut Catatan Apindo Selama Kepemimpinan Pemerintahan Jokowi Ketiga, kereta cepat Jakarta – Bandung dan rencana kereta Jakarta – Surabaya. Bhima menyebut, kereta cepat masih sulit menutup biaya utang dan bunga tapi sudah diminta rencana pembangunan sampai surabaya. Menurutnya, kebutuhan impor besi baja, teknologi dan tenaga kerja pada proyek kereta cepat yang tinggi menyebabkan transaksi berjalan tertekan dan pelemahan kurs rupiah.
Keempat, program reforma agraria. Bhima menilai, program reforma agraria masih jauh dari ideal yang seharusnya dimulai dari pembagian hak guna usaha (HGU) perusahaan perkebunan besar kepada petani, tapi upaya pemerintah masih dominan bagi bagi sertifikat lahan. Kelima, reformasi perpajakan. Bhima menyebut, rasio pajak paska pandemi tidak bergerak di level 10%. Penyebabnya kegagalan
tax amnesty karena hanya mampu naikan penerimaan pajak jangka pendek. Selain itu rasio pajak rendah juga disebabkan belanja pajak belum tepat sasaran. “Hadirnya UU omnibus law perpajakan (UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan) lambat diimpelementasikan terutama pajak karbon yang sampai saat ini mangkrak,” pungkas Bhima. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto