JAKARTA. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), akhirnya secara resmi meminta penggunaan standar laporan keuangan internasional alias International Financial Resulting Standards (IFRS) pada laporan keuangan industri asuransi untuk diundur setahun hingga dua tahun. Pasalnya industri belum siap dan diperkirakan bisa memperlihatkan kinerja industri terlihat seolah-olah menurun. Hendrisman Rahim, Ketua AAJI menegaskan, secara sistem dan sumber daya manusia, industri asuransi jiwa belum siap. Apalagi belum ada petunjuk teknis penghitungan menggunakan IFRS. Jika dipaksakan tetap berlaku tahun ini, maka nilai aset perusahaan asuransi bisa terlihat merosot tajam. "Aset bisa turun, tidak sampai 50% sih," ungkap Hendrisman, pada Kamis (13/9). Benny Waworuntu, Direktur Eksekutif AAJI menambahkan, industri perlu adaptasi dengan sistem baru tersebut. Jika tidak diberikan kesempatan, kinerja industri akan terlihat menurun. Padahal penurunan tersebut masalah pencatatan laporan keuangan. Apalagi jika nantinya produk investasi dan murni premi harus dipisahkan."Nanti masyarakat melihat industri seolah industri asuransi menurun padahal tidak," tegasnya. Sebagai tambahan, tahun ini Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mewajibkan industri menggunakan sistem IFRS dalam pelaporan keuangan. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) sudah mengeluhkan rencana penerapan ini dapat menurunkan kinerja industri. Isa Rachmatarwata, Kepala Biro Perasuransian-Bapepam-LK belum bersedia berkomentar tentang tuntutan industri.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
AAJI Minta penggunaan IFRS ditunda
JAKARTA. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), akhirnya secara resmi meminta penggunaan standar laporan keuangan internasional alias International Financial Resulting Standards (IFRS) pada laporan keuangan industri asuransi untuk diundur setahun hingga dua tahun. Pasalnya industri belum siap dan diperkirakan bisa memperlihatkan kinerja industri terlihat seolah-olah menurun. Hendrisman Rahim, Ketua AAJI menegaskan, secara sistem dan sumber daya manusia, industri asuransi jiwa belum siap. Apalagi belum ada petunjuk teknis penghitungan menggunakan IFRS. Jika dipaksakan tetap berlaku tahun ini, maka nilai aset perusahaan asuransi bisa terlihat merosot tajam. "Aset bisa turun, tidak sampai 50% sih," ungkap Hendrisman, pada Kamis (13/9). Benny Waworuntu, Direktur Eksekutif AAJI menambahkan, industri perlu adaptasi dengan sistem baru tersebut. Jika tidak diberikan kesempatan, kinerja industri akan terlihat menurun. Padahal penurunan tersebut masalah pencatatan laporan keuangan. Apalagi jika nantinya produk investasi dan murni premi harus dipisahkan."Nanti masyarakat melihat industri seolah industri asuransi menurun padahal tidak," tegasnya. Sebagai tambahan, tahun ini Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mewajibkan industri menggunakan sistem IFRS dalam pelaporan keuangan. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) sudah mengeluhkan rencana penerapan ini dapat menurunkan kinerja industri. Isa Rachmatarwata, Kepala Biro Perasuransian-Bapepam-LK belum bersedia berkomentar tentang tuntutan industri.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News