AASI tagih kejelasan soal spin off syariah



JAKARTA. Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) menagih kejelasan regulator, dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terkait kewajiban pemisahan unit usaha syariah (spin off) dari induk.

Sebelum berganti baju dari Bank Indonesia (BI) menjadi OJK, regulator mengatur agar industri jasa keuangan perbankan menyapih unit usaha syariahnya paling lambat pada tahun 2023 mendatang.

Srikandi Utami, Wakil Ketua II AASI mengatakan, hingga saat ini, baru tercatat lima perusahaan yang beroperasi penuh sebagai asuransi syariah, sedangkan sisanya masih banyak menempel pada induk usaha mereka yang konvensional. “Kami butuh dukungan OJK, supaya pelaku serius mengembangkan industri asuransi syariah,” ujarnya, Selasa (29/4).


Kejelasan yang dimaksud, ia mencontohkan, terkait tata cara atau tahap-tahap teknis untuk melakukan spin off. Dengan begitu, pelaku industri dapat mulai serius menjajaki pengembangan industri syariah. Pasalnya, meski kontribusi pertumbuhan industri asuransi syariah cukup besar, secara nilai aktivitas usahanya masih sangat mini.

Sekadar informasi, di industri perbankan sendiri, BI telah menegaskan aksi spin off dalam Pasal 40 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah. PBI itu merupakan aturan teknis dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Ketentuan tersebut menjadi peringatan bagi bank umum yang memiliki unit usaha syariah.

Adapun, sanksi yang diberlakukan apabila aturan ini tidak dijalankan, yakni pencabutan izin usaha unit usaha syariah. BI sendiri memberikan opsi kepada bank umum, pertama, mendirikan bank umum syariah (BUS) baru atau mengalihkan hak dan kewajiban unit usaha syariahnya kepada BUS yang telah ada.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan