KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat pendapatan premi asuransi rekayasa industri mencapai Rp 4,27 triliun pada 2024. Nilai itu terkontraksi cukup dalam sebesar 18,2%, jika dibandingkan pencapaian pada tahun sebelumnya. Direktur Eksekutif AAUI Cipto Hartono mengatakan salah satu penyebab utama lini tersebut terkontraksi karena belum banyaknya proyek baru yang berjalan, baik di sektor infrastruktur maupun konstruksi komersial. "Selain itu, beberapa proyek infrastruktur yang sudah berjalan cenderung menunggu momentum yang lebih tepat untuk dilanjutkan, baik karena faktor pendanaan, regulasi, maupun kondisi pasar," ungkapnya kepada Kontan, Kamis (13/3).
Cipto menerangkan faktor lain yang bisa memengaruhi kinerja lini asuransi rekayasa adalah dinamika investasi di sektor konstruksi yang mengalami penyesuaian setelah periode pembangunan masif pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk tahun ini, Cipto melihat bahwa ada potensi pemulihan kinerja untuk asuransi rekayasa. Hanya saja semua bergantung pada percepatan proyek infrastruktur dan konstruksi, baik yang didorong oleh pemerintah maupun swasta. Baca Juga: Asuransi Umum Hadapi Banyak Tantangan, AAUI Inisiasi Pengembangan Asuransi Mikro Cipto tak memungkiri tantangan yang bisa memengaruhi kinerja lini asuransi rekayasa masih cukup besar pada tahun ini. Dia bilang salah satu tantangan utama yang perlu diwaspadai adalah ketidakpastian ekonomi yang dapat memengaruhi keputusan investasi di sektor konstruksi, termasuk proyek-proyek yang menggunakan skema pembiayaan publik-swasta (PPP). "Selain itu, fluktuasi harga material dan biaya konstruksi juga dapat memengaruhi pengambilan keputusan proyek baru," tuturnya. Lebih lanjut, Cipto mengatakan terdapat peluang yang dapat mendorong kinerja asuransi rekayasa pada tahun ini, termasuk adanya rencana pemerintah mengenai program 3 juta rumah sebagai bagian dari program perumahan nasional. Jika proyek berjalan sesuai target, dia beranggapan hal itu dapat menjadi katalis positif bagi pertumbuhan asuransi rekayasa. "Sebab, proyek itu tidak hanya mencakup pembangunan rumah, tetapi juga infrastruktur pendukung, seperti jalan, jaringan listrik, dan fasilitas umum lainnya. Semuanya memerlukan perlindungan asuransi dalam berbagai tahap konstruksi," kata Cipto. Dalam menghadapi tantangan pada tahun ini, Cipto mengatakan perusahaan asuransi umum perlu lebih proaktif dalam menerapkan strategi bisnis. Dia menyebut ada beberapa langkah yang dapat dilakukan, antara lain diversifikasi produk dan layanan dengan mengembangkan solusi asuransi yang lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan proyek konstruksi saat ini, termasuk proyek-proyek skala menengah dan kecil. Selain itu, berkolaborasi dengan pemangku kepentingan dalam meningkatkan keterlibatan dengan pemilik proyek, kontraktor, dan regulator untuk memahami kebutuhan, serta memastikan perlindungan yang optimal. "Ditambah melakukan penguatan manajemen risiko dengan mengedepankan pendekatan risk management yang lebih komprehensif agar dapat memberikan perlindungan yang sesuai tanpa mengorbankan keberlanjutan bisnis," ungkapnya. Cipto berharap seiring dengan perkembangan ekonomi dan kebijakan pemerintah, sektor konstruksi dapat kembali meningkat dan mendukung pertumbuhan asuransi rekayasa untuk tahun mendatang.