AB2TI Minta Tak Ada Wacana Impor Beras di Tengah Panen Raya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa meminta pemerintah membatalkan jika memang ada wacana impor beras kembali. Terlebih saat ini masih dalam masa panen raya, Ia menyebut, jika terdapat wacana impor justru akan menyakiti para petani.

"Untuk kami ya jangan dulu pemerintah untuk wacanakan impor karena kasihan petani. Sekarang ini petani sedang menikmati harga yang baik, tapi tidak tinggi karena harga sekarang ini mepet dengan biaya produksi. Biar petani menikmati itu, karena selama 3 tahun terakhir ini petani rugi terus," jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (26/3).

Ia menilai keputusan impor beras atau tidak sebaiknya dilakukan pemerintah menunggu data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai produksi tahun ini. Dari sana akan terlihat apakah tahun ini produksi berlebih atau kurang sehingga memerlukan pasokan dari luar negeri.


"Jadi tidak perlu dulu ada wacana impor. Kita lihat dulu, kalau menurut saya sampai Agustus. Karena kalau sudah Agustus kita akan tahu dari BPS terkait potensi produksi tahun 2023 ini," imbuh Andreas.

Baca Juga: Eskpor Pertanian Terus Naik Saat Pandemi Covid-19, Ini Faktornya Penyebabnya

Adapun agar Bulog dapat menyerap dengan maksimal Andreas menyarankan dua opsi. Pertama merevisi harga pembelian pemerintah (HPP) dengan menaikkan harga yang telah ditentukan, sehingga Bulog dapat bersaing dalam melakukan penyerapan.

Ia menilai, HPP gabah kering panen di tingkat petani yang sudah ditetapkan pemerintah saat ini terlalu rendah, karena di bawah biaya produksi. Dimana usulan organisasi petani sendiri ialah Rp 5.400-Rp 5.800.

"Dengan HPP sekarang pasti Bulog tidak bisa menyerap karena GKP sekarang masih di atas Rp 5.500. Perhitungan saya akan terus di atas Rp 5.000, sedangkan Bulog hanya punya kekuatan Rp 5.000," jelasnya.

Kedua, jika pemerintah masih mempertahankan HPP saat ini, maka Bulog dapat meningkatkan penyerapan di sentra produksi di luar Jawa. Pasalnya di luar Jawa, Andreas mengatakan masih terdapat gabah sesuai dengan HPP yang ditentukan.

Kemudian, di wilayah yang terdapat penggilingan padi modern milik Bulog harus dilakukan penyerapan gabah di tingkat petani. Sehingga menurutnya Bulog tak hanya menyerap beras dari mitra penggilingan saja. Dengan menyerap langsung di mitra petani hal tersebut juga akan membantu petani secara langsung.

"Kalau mau misal di Sulawesi Selatan atau di luar Jawa itu bisa mendapatkan gabah kering panen ataupun nanti dikonversi dengan beras sesuai dengan HPP. Tapi itu harus keluar Jawa, kalau di Jawa sudah sangat sulit untuk mendapatkan harga segitu Bulog harus kerja keras," ujarnya.

Opsi lainnya untuk membantu Bulog mengoptimalkan serapan cadangan beras pemerintah (CBP) ialah dengan menetapkan refraksi harga misalnya hingga 10%.

Baca Juga: Apkasindo Berharap Tak Ada Lagi Hambatan Peremajaan Sawit Rakyat

"Refraksi harga saja kalaupun tidak mengeluarkan HPP baru. Refraksi harga misalnya sampai 10%, sehingga Bulog bisa menyerap dengan harga Rp 5.500. Di Jawa itu gabah sekarang Rp 5.500-Rp 6.000, di luar Jawa ada yang di bawah Rp 5.000," paparnya.

Namun, Andreas menegaskan agar wacana impor dapat menunggu hingga bulan Agustus dengan melihat data produksi dan data stok beras 2023. Ia juga menyarankan agar pemerintah dapat menganggarkan untuk kepentingan survei stok beras secara bulanan.

Data stok beras bulan tersebut akan membantu pemerintah dalam penentuan impor atau tidaknya hingga proyeksi kenaikan harga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi