ABB Industries: Trilema Energi, Indonesia Perlu Tingkatkan Energi Terbarukan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Potensi energi terbarukan yang melimpah di Indonesia belum dikembangkan secara optimal. Ini tercermin dari kebutuhan energi Indonesia yang sekitar 80% masih ditopang oleh bahan bakar fosil. 

President Energy Industries ABB Asia, Anders Maltesen, mengatakan, Indonesia berpotensi menjadi pusat energi berkelanjutan di kancah global. Salah satu faktor pendorongnya adalah sumber daya energi terbarukan meliputi lebih dari 550 GW tenaga surya, 450 GW tenaga angin, 100 GW tenaga air, 10 GW tenaga panas bumi, dan 20 GW biomassa.

Meski demikian, dalam menghadapi tantangan trilema energi meliputi ketahanan energi, kelestarian lingkungan, dan energi yang terjangkau, Indonesia didorong mengoptimalkan pengembangan energi terbarukan. 


Baca Juga: Pertamina NRE dan KPI Teken Kerjasama Penyediaan Energi Rendah Karbon

"Ada banyak hal yang dapat dilakukan, salah satunya transformasi dengan membangun pembangkit energi terbarukan sebanyak mungkin. Pertumbuhan populasi dalam 25 tahun mendatang mendorong peningkatan konsumsi energi, Indonesia harus membangun tambahan kapasitas tiga kali lipat dari saat ini," kata Anders di Jakarta,  Selasa (25/6). 

Konsumsi energi Indonesia diperkirakan naik tiga kali lipat pada tahun 2060 dibandingkan saat ini, didorong pertumbuhan populasi, urbanisasi, dan industrialisasi. Seiring dengan ekspansi ekonomi, permintaan energi diperkirakan meningkat di semua sektor, termasuk transportasi, industri, dan perumahan. 

Anders melanjutkan, lokasi Indonesia yang strategis di wilayah Asia Pasifik, merupakan konsumen energi terbesar di Asia Tenggara dengan kebutuhan energi yang terus meningkat. 

Indonesia juga menduduki peringkat ke delapan kontributor emisi gas rumah kaca (GHG) global, dan karena itu memegang peranan penting dalam mewujudkan transisi energi yang efektif baik secara regional maupun global. 

Baca Juga: Pertamina Mempertimbangkan Akuisisi Perusahaan Bioetanol di Brasil

Kebutuhan untuk memangkas emisi, diikuti kebutuhan untuk memenuhi permintaan energi, membutuhkan pendekatan yang menyeluruh dan multidisiplin. 

Untuk memastikan transformasi yang sukses, Indonesia terus berupaya mengurangi ketergantungan sektor tenaga listrik pada bahan bakar fosil, mengadopsi sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, sambil beralih ke sistem energi bebas karbon.

Adapun, dari sisi regulasi, pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan dan insentif fiskal untuk mendorong pertumbuhan hijau, dengan fokus pada mobilitas listrik, pasar karbon, dan energi terbarukan. 

Selain itu, telah dibentuk Just Energy Transition Partnership (JETP), sebuah kemitraan global yang menyepakati mobilisasi pembiayaan publik dan swasta sebesar US$ 20 miliar untuk mendekarbonisasi sektor energi Indonesia. 

Baca Juga: Ini Langkah Perusahaan Pupuk Mendukung Target Net Zero Emisi 2060

Melalui skema JETP, Indonesia menetapkan target mengurangi emisi karbon menjadi 250 juta metrik ton per tahun untuk sektor tenaga listrik on-grid pada tahun 2030, sambil meningkatkan pangsa pembangkit listrik dari energi terbarukan menjadi 44 persen.

"Jika dilakukan dengan benar, hasil yang menjanjikan dari kebijakan transisi energi tersebut, didukung oleh kepemimpinan politik dan transformasi budaya yang masif, akan memungkinkan kemajuan ini terjadi. Transisi energi Indonesia adalah indikator transformasinya menjadi ekonomi maju," terang Anders. 

Editor: Noverius Laoli