Meski bercita-cita ingin menjadi pegawai kantoran dan jadi manajer, Abdul Haris Noor tetap harus menerima kenyataan pahit karena di-PHK. Namun di tengah kesulitan selalu ada berkah. Begitu tidak menjadi pegawai, ia justru menemukan keuntungan dari seni kaligrafi dari kayu yang ada di sekitar rumahnya di Jepara. Siapa yang tak kenal kota Jepara di Jawa Tengah. Dalam buku sejarah, kota ini sering disebut karena Pahlawan Nasional Raden Ajeng Kartini lahir di kota ini. Tak hanya itu, Jepara juga kondang seantero jagat karena produk seni ukir kayunya. Kini, Jepara tak hanya terkenal sebagai gudangnya pengukir kayu untuk mebel atau bangunan rumah. Di Jepara juga bermunculan seniman-seniman kaligrafi yang memanfaatkan kayu sebagai media utama. Nah, potensi kaligrafi inilah yang dimanfaatkan oleh Abdul Haris Noor. Pria berusia 42 tahun yang lahir dan besar di Jepara ini sukses membawa seni kaligrafi Jepara ke mancanegara. Melalui CV Radiant Suryatama yang dia dirikan pada 2006 di Jepara, selain menjual produk kaligrafi di dalam negeri, Abdul telah mengekspor kaligrafi itu ke Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Uni Emirat Arab, Inggris hingga Amerika Serikat. Ia menjual produk kaligrafinya mulai harga Rp 750.000 hingga Rp 2,5 juta per unit. Dengan mempekerjakan sekitar 20 karyawan tetap dan 25 karyawan lepas, dalam sebulan Abdul mampu memproduksi kaligrafi sebanyak 700 buah, dengan omzet hingga Rp 500 juta per bulan. "Pekerja saya tidak hanya berasal dari Jepara tapi juga ada yang berasal dari Sumatera," ujarnya. Sebagai lulusan Sekolah Institut Pertanian Stiper (Instiper) Yogyakarta, Abdul tahu benar bagaimana kualitas kayu yang baik dan bagaimana pendistribusiannya. Namun setelah lulus, Abdul tidak langsung terjun ke dunia usaha perkayuan. Maklum, saat itu dia sangat ingin menjadi pegawai kantoran. "Saya bercita-cita menjadi manajer yang ke mana-mana diantar oleh sopir pribadi," kenangnya.Untuk mengejar cita-cita itu, Abdul pun melamar bekerja di sebuah perusahaan fabrikasi baja di Cilegon, Jawa Barat. Meskipun tidak sesuai bidang ilmu yang ditekuninya, namun ia tetap nekat bekerja di tempat itu demi meraih pengalaman. Tak soal meski ketika itu dia hanya menerima gaji sebesar Rp 800.000 per bulan. Sayang, cita-cita menjadi manajer itu kandas di tengah jalan. Baru bekerja selama dua tahun, perusahaannya kolaps karena krisis keuangan hebat melanda negeri ini. Abdul pun harus menerima kenyataan pahit ketika dia masuk dalam daftar karyawan yang harus di-PHK. Begitu kehilangan pekerjaan, Abdul memutuskan untuk pulang ke Jepara. "Saya jelas sempat merasa terpukul. Namun hidup harus terus berjalan," tegasnya.Dalam kondisi terjepit dan kesulitan mencari kerja, akhirnya ia bekerja sama dengan rekannya mencoba usaha packaging furniture. Usahanya ini jalankan di bawah perusahaan yang ia dirikan, CV Mitra Radiant pada 1999 di Jepara. Karena tidak begitu berkembang, Abdul memutuskan berganti fokus usaha pada pembuatan kaligrafi. Ia pun mengubah nama CV Mitra Radiant menjadi CV Radiant Suryatama. Kali ini Abdul merasa semakin percaya diri. Menurut dia, peluang untuk meraih sukses berbisnis kaligrafi lebih terbuka. Dia melihat, warga Jepara banyak yang menekuni seni ini sehingga Abdul tidak perlu repot mencari tenaga kerja. Hanya, menurut Abdul, ketika itu mutu seni kaligrafi seniman Jepara belum sebaik sekarang sehingga tak menarik minat pembeli. Apalagi standarnya belum mengikuti kaidah internasional yang berlaku. "Kayu dan ukiran seadanya saja," ujar Abdul. Abdul pun merasa terpanggil untuk membenahi seni kaligrafi ini. Bagi dia, pembenahan mutu ini sekaligus menjadi peluang usaha yang menjanjikan. Bagaimanapun, sejatinya, seni kaligrafi banyak penggemarnya karena lebih mudah dinikmati.Pelajaran pertama dari Abdul kepada seniman kaligrafi yang ada di sekitar rumahnya adalah dengan memberikan pemanasan pada kayu jati bahan kaligrafi. Pemanasan ini penting agar kadar air kayu berkurang dan tidak melengkung. Selain itu, ketika kadar air berkurang, kadar minyak pada kayu jati akan lebih menonjol sehingga kayu bisa lebih tahan lama. "Kalau diukir juga tak gampang pecah, " ujarnya. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Abdul gagal jadi manajer, sukses jadi pengusaha (1)
Meski bercita-cita ingin menjadi pegawai kantoran dan jadi manajer, Abdul Haris Noor tetap harus menerima kenyataan pahit karena di-PHK. Namun di tengah kesulitan selalu ada berkah. Begitu tidak menjadi pegawai, ia justru menemukan keuntungan dari seni kaligrafi dari kayu yang ada di sekitar rumahnya di Jepara. Siapa yang tak kenal kota Jepara di Jawa Tengah. Dalam buku sejarah, kota ini sering disebut karena Pahlawan Nasional Raden Ajeng Kartini lahir di kota ini. Tak hanya itu, Jepara juga kondang seantero jagat karena produk seni ukir kayunya. Kini, Jepara tak hanya terkenal sebagai gudangnya pengukir kayu untuk mebel atau bangunan rumah. Di Jepara juga bermunculan seniman-seniman kaligrafi yang memanfaatkan kayu sebagai media utama. Nah, potensi kaligrafi inilah yang dimanfaatkan oleh Abdul Haris Noor. Pria berusia 42 tahun yang lahir dan besar di Jepara ini sukses membawa seni kaligrafi Jepara ke mancanegara. Melalui CV Radiant Suryatama yang dia dirikan pada 2006 di Jepara, selain menjual produk kaligrafi di dalam negeri, Abdul telah mengekspor kaligrafi itu ke Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Uni Emirat Arab, Inggris hingga Amerika Serikat. Ia menjual produk kaligrafinya mulai harga Rp 750.000 hingga Rp 2,5 juta per unit. Dengan mempekerjakan sekitar 20 karyawan tetap dan 25 karyawan lepas, dalam sebulan Abdul mampu memproduksi kaligrafi sebanyak 700 buah, dengan omzet hingga Rp 500 juta per bulan. "Pekerja saya tidak hanya berasal dari Jepara tapi juga ada yang berasal dari Sumatera," ujarnya. Sebagai lulusan Sekolah Institut Pertanian Stiper (Instiper) Yogyakarta, Abdul tahu benar bagaimana kualitas kayu yang baik dan bagaimana pendistribusiannya. Namun setelah lulus, Abdul tidak langsung terjun ke dunia usaha perkayuan. Maklum, saat itu dia sangat ingin menjadi pegawai kantoran. "Saya bercita-cita menjadi manajer yang ke mana-mana diantar oleh sopir pribadi," kenangnya.Untuk mengejar cita-cita itu, Abdul pun melamar bekerja di sebuah perusahaan fabrikasi baja di Cilegon, Jawa Barat. Meskipun tidak sesuai bidang ilmu yang ditekuninya, namun ia tetap nekat bekerja di tempat itu demi meraih pengalaman. Tak soal meski ketika itu dia hanya menerima gaji sebesar Rp 800.000 per bulan. Sayang, cita-cita menjadi manajer itu kandas di tengah jalan. Baru bekerja selama dua tahun, perusahaannya kolaps karena krisis keuangan hebat melanda negeri ini. Abdul pun harus menerima kenyataan pahit ketika dia masuk dalam daftar karyawan yang harus di-PHK. Begitu kehilangan pekerjaan, Abdul memutuskan untuk pulang ke Jepara. "Saya jelas sempat merasa terpukul. Namun hidup harus terus berjalan," tegasnya.Dalam kondisi terjepit dan kesulitan mencari kerja, akhirnya ia bekerja sama dengan rekannya mencoba usaha packaging furniture. Usahanya ini jalankan di bawah perusahaan yang ia dirikan, CV Mitra Radiant pada 1999 di Jepara. Karena tidak begitu berkembang, Abdul memutuskan berganti fokus usaha pada pembuatan kaligrafi. Ia pun mengubah nama CV Mitra Radiant menjadi CV Radiant Suryatama. Kali ini Abdul merasa semakin percaya diri. Menurut dia, peluang untuk meraih sukses berbisnis kaligrafi lebih terbuka. Dia melihat, warga Jepara banyak yang menekuni seni ini sehingga Abdul tidak perlu repot mencari tenaga kerja. Hanya, menurut Abdul, ketika itu mutu seni kaligrafi seniman Jepara belum sebaik sekarang sehingga tak menarik minat pembeli. Apalagi standarnya belum mengikuti kaidah internasional yang berlaku. "Kayu dan ukiran seadanya saja," ujar Abdul. Abdul pun merasa terpanggil untuk membenahi seni kaligrafi ini. Bagi dia, pembenahan mutu ini sekaligus menjadi peluang usaha yang menjanjikan. Bagaimanapun, sejatinya, seni kaligrafi banyak penggemarnya karena lebih mudah dinikmati.Pelajaran pertama dari Abdul kepada seniman kaligrafi yang ada di sekitar rumahnya adalah dengan memberikan pemanasan pada kayu jati bahan kaligrafi. Pemanasan ini penting agar kadar air kayu berkurang dan tidak melengkung. Selain itu, ketika kadar air berkurang, kadar minyak pada kayu jati akan lebih menonjol sehingga kayu bisa lebih tahan lama. "Kalau diukir juga tak gampang pecah, " ujarnya. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News