Abraham Samad jadi tersangka kasus baru



JAKARTA. Penyidik Bareskrim Polri kembali menetapkan Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad, sebagai tersangka. Kali ini Abraham menjadi tersangka kasus dugaan penyalahgunaan wewenang sebagai pimpinan KPK yang dilaporkan oleh Muhammad Yusuf Sahide pada akhir Januari 2015.

Wakil Kepala Kepolisian RI Komjen Badrodin Haiti mengatakan, status tersangka Abraham telah ditetapkan sejak pekan lalu.

"Sudah sejak minggu lalu kalau enggak salah. Ya, sudah tersangka," ujar Badrodin, di Mabes Polri, Jumat (27/2). 


Saat ditanya soal waktu pemeriksaan Abraham, Badrodin mengaku tak mengetahuinya karena merupakan kewenangan penyidik.

Sebelumnya, Polda Sulselbar juga telah menetapkan Abraham sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen. Menurut Badrodin, pemeriksaan Abraham atas dua kasus tersebut dapat dilakukan secara bersama-sama.

"Semuanya bisa saja dilakukan bersama-sama, tapi mungkin sementara ini yang di Sulselbar dahulu,"  katanya. 

Pada 26 Januari lalu, Direktur Eksekutif KPK Watch M Yusuf Sahide melaporkan ke Bareskrim Polri soal pertemuan Abraham dengan Plt Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menjelang Pemilu Presiden 2014 lalu. Menurut dia, pertemuan keduanya membahas kesepakatan mengenai proses hukum yang menjerat politisi PDI-P Emir Moeis.

Samad dituduh menyalahgunakan kewenangannya sebagai pimpinan KPK untuk membarter kasus itu dengan keinginannya menjadi calon wakil presiden bagi Jokowi. Dalam sebuah jumpa pers, Hasto menyebutkan, Abraham menawarkan keringanan hukuman bagi Emir asalkan dipilih menjadi pendamping Jokowi.

Penyidik Polri menilai, pertemuan Abraham dengan petinggi partai politik memenuhi unsur pidana, yakni Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Pasal itu menyebutkan, "Pimpinan KPK dilarang, mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apa pun".

Pertemuan Abraham dengan petinggi partai politik itu dinilai tidak hanya pelanggaran etika. (Fabian Januarius Kuwado)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia