Abrianto, mantan pembalap yang berbisnis sapi



Setiap tahun, kebutuhan daging nasional terus naik. Tahun ini saja, kenaikannya sekitar 7,8%, menjadi 484.000 ton dari 449.000 ton tahun lalu. Kebutuhan daging yang cukup besar itu juga menghidupi beberapa pengusaha yang bergerak di bidang perdagingan, khususnya daging sapi.Salah satu pengusaha yang menikmati gurihnya bisnis ini adalah Abrianto Wahyu Wibisono. Melalui PT Rumpun Sejathi yang dibangun tahun 2009 lalu, saat ini ia bisa mengantongi omzet sekitar Rp 400 juta per bulan dari usaha konsultasi peternakan, rumah potong hewan (RPH), dan situs www.duniasapi.com yang menjembatani para peternak sapi dan pembeli. Basis bisnisnya berada di Sukabumi, Bogor, dan Bandung.Sejatinya, meski bergelut di bidang peternakan, Abrianto sama sekali tidak punya latar belakang pendidikan peternakan. Dia hanya lulusan pertambangan di salah satu universitas di Yogyakarta. Selulus kuliah, ia lebih banyak menekuni otomotif dengan menjadi pembalap. Ia sudah meraih beberapa trofi kejuaraan. Pada tahun 1991, lelaki kelahiran Jakarta, 13 Oktober 1965, ini memutuskan bekerja di perusahaan minyak dan gas. Tapi, itu hanya bertahan selama beberapa bulan. “Bekerja di lepas pantai membosankan,” katanya.Abrianto lantas beralih profesi menjadi petugas pemasaran bank. Tapi, ia hanya bertahan selama setahun lantaran tak puas dengan gaji yang ia terima. Lantas, dia bekerja menjadi kepala pemasaran sebuah proyek perumahan di Serang, Banten. “Kinerja saya bagus, mampu menjual beberapa unit rumah dengan cepat. Dari situ, saya dilirik oleh perusahaan properti besar, yaitu BHS Land,” katanya.Di perusahaan ini Abrianto mengenal beberapa pejabat. Ketika BHS Land ambruk karena krisis moneter pada 1997, dia bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan baru dari para relasi. Pada 1997, Abrianto dilibatkan dalam program pemerintah, yaitu Agribusiness Task Force. Di sini, Abrianto bergelut dengan para importir sapi, peternak sapi, sampai pengolah daging. “Saya belajar memilih mana sapi yang bagus, bagaimana perputaran harga, sampai bagaimana mendapatkan keuntungan dari pengolahan sapi,” katanya.Pada 1999, saat program ini dibubarkan, Abrianto tak kalah akal. Dia lantas bergabung dengan perusahaan pengolahan daging dan menjadi penanggung jawab penyediaan bahan baku daging, sembari mengelola jasa penggemukan dan pemotongan sapi. Semula, RPH perusahaan ini hanya ada di Karawaci, Tangerang. Tapi, karena kebutuhan daging makin tinggi, mereka membuka RPH di daerah Rumpin, Bogor. Dalam sehari, RPH itu mampu memotong 150 ekor sapi. “Tahun 2007, saya membuka lahan seluas 7 hektare di Sukabumi untuk ditanami rumput gajah sebagai pakan ternak,” ujarnya.Alternatif bisnisAbrianto mengelola RPH dengan sungguh-sungguh dan sempat dianugerahi sebagai RPH tebersih dan mampu mengolah limbah. Jaringannya semakin luas ketika dia bekerja sama dengan universitas di Bandung untuk pelatihan peternakan dan bergabung dengan Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI). Lewat organisasi ini, ia aktif keliling Indonesia menjadi pembicara. “Lelah juga berkeliling, akhirnya informasi seputar sapi saya tuangkan di blog. Tapi, karena kapasitas blog terbatas, tahun 2009, saya membuka website,” katanya.Mengingat bisnis sapi yang rentan terhadap persaingan dan harga yang mudah naik turun, Abrianto memutuskan berkonsentrasi menjalankan bisnis website dan jasa konsultasi peternakan. “Beberapa tahun lalu, bisnis sapi terpuruk, omzet anjlok. Jadi saya merasa perlu mencari bisnis yang kebal terhadap permainan harga pasar, yaitu media online,” katanya.Menurut Abrianto, sekalipun harga sapi anjlok, website masih diperlukan untuk penyebaran informasi dan beriklan. ”Pelanggan website kami cukup banyak. Mereka memanfaatkan media ini untuk mempromosikan produk obat sampai olahan sapi,” ujarnya. Ada juga yang melakukan kontrak kerja sama untuk penyebaran informasi seputar sapi. Beberapa perusahaan yang bekerja sama dengan Abrianto antara lain perusahaan farmasi, pemerintah, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Australia dan Kanada. “Nilai kontrak dari mereka cukup besar,” bisiknya.Dari website ini Abrianto mendapatkan klien yang ingin membuka usaha peternakan. Ia dan timnya berperan sebagai konsultan untuk penyediaan lahan hingga pengembangan bisnis. “Jaringan kami cukup luas, mulai importir hingga bisnis pengolahan. Mudah saja mendapatkan ketersediaan sapi beserta pasarnya,” ujarnya.Abrianto menyebut, nilai investasi satu proyek peternakan bisa miliaran. Ia bisa mengambil komisi sekitar 15%. Kini, pendapatan terbesar Rumpun Sejathi berasal dari bisnis website dan konsultasi.Sebuah inspirasi menarik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi