ACCI minta klasifikasi data harus jelas dalam revisi PP PSTE



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI) telah menyampaikan tanggapan resmi atas rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) merevisi Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE).

Draf beleid tersebut dinilai masih membutuhkan banyak pertimbangan sebelum disahkan dalam waktu dekat.

Ketua Umum ACCI Alex Budiyanto mengatakan, tanggapan dan rekomendasi resmi tersebut sejatinya telah disampaikan kepada Kementerian Kominfo sejak Mei lalu setelah ACCI menerima draf revisi PP No. 82/2012.


"Tapi sejauh ini belum ada tanggapan balik yang formal dari Kominfo, hanya diskusi-diskusi yang informal," kata Alex kepada Kontan.co.id, Rabu (24/10).

Alex menyatakan, ACCI sebenarnya mendukung revisi beleid tersebut terutama dalam hal mengklasifikasi data elektronik menjadi tiga jenis, yakni data elektronik strategis, berisiko tinggi, dan berisiko rendah.

Menurutnya, selama ini biaya pengelolaan data di Indonesia jadi lebih mahal lantaran semua harus ditempatkan di Indonesia tanpa pandang jenis datanya.

Namun, ada sejumlah isu yang menjadi perhatian ACCI dan dinilai harus dipertimbangkan matang oleh pemerintah sebelum mengesahkan perubahan peraturan tersebut. Di antaranya terkait klasifikasi data elektronik yang dianggap masih belum cukup jelas.

"Dalam hal definisi dan klasifikasi terhadap apa itu data elektronik strategis sudah cukup jelas, namun klasifikasi data elektronik berisiko tinggi dan data elektronik berisiko rendah patut untuk diperjelas agar dalam pembuatan Peraturan Teknis pada masing-masing sektor memiliki kejelasan, pun bagi pelaku usaha memiliki kepastian dan kejelasan Hukum," terang ACCI.

Selain itu, Alex juga mengatakan, ACCI menyarankan agar pemerintah tetap mewajibkan penempatan data elektronik berisiko tinggi untuk berada di wilayah Indonesia.

Namun, nantinya data tersebut boleh mempunyai duplikasi di luar wilayah Indonesia. Hal itu penting demi menjamin kedaulatan atas data dan juga memudahkan penegakan hukum di Indonesia.

"Nantinya kan masing-masing sektor yang menentukan datanya termasuk kategori yang mana. Namun data berisiko tinggi sebaiknya tetap wajib di Indonesia, yaitu data-data yang kalau bocor dapat mempengaruhi sektor terkait," ujar Alex.

Menurut Alex, data elektronik sektor keuangan termasuk dalam kategori strategis sehingga sebaiknya tetap wajib ditempatkan di dalam negeri. "Ini nanti yang memutuskan Bank Indonesia dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan), tapi kelihatannya mereka pasti ingin data tetap di dalam Indonesia," tambah Alex.

Bank Sentral China, misalnya, melarang lembaga keuangan menyimpan atau memproses data individu terkait identitas, properti, akun, kredit, dan transaksi finansial di luar China.

Begitu juga dengan Bank Sentral India yang mewajibkan seluruh penyelenggara jasa system pembayaran menyimpan datanya di India.

Kebanyakan negara seperti Rusia, Kanada, Jerman, Malaysia juga menerapkan larangan penyimpanan data individual di luar wilayah negaranya masing-masing.

Sementara Prancis memberlakukan pajak untuk pengumpulan, pengelolaan, dan eksploitasi data individu yang digunakan untuk kepentingan komersial di luar wilayah negara tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto