KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sekitar 65% perusahaan Dana Pensiun pelat merah ditengarai bermasalah. Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) mengatakan, kesehatan pendanaan Dana Pensiun sangat tergantung dari kesehatan pendirinya yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Beberapa waktu lalu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan, Kementerian BUMN akan membenahi 65% dana pensiun BUMN yang sedang dalam kondisi memprihatinkan. Di sisi lain, 35% dana pensiun BUMN masih dalam kondisi yang baik. Staf Ahli sekaligus mantan Direktur Eksekutif ADPI Bambang Sri Mulyadi mengatakan, yang menjadi permasalahan kesehatan Dana Pensiun adalah rasio kecukupan dana (RKD) bagi Dana Pensiun dengan Program Manfaat Pasti.
Baca Juga: BUMN akan Gandeng KPK untuk Benahi Masalah Dana Pensiun, Ini Respons Jubir KPK Menurut Bambang, hal itu disebabkan berbagai masalah seperti iuran normal tambahan yang belum diselesaikan oleh pendiri, sehingga investasinya tidak optimal. "Disamping itu, adanya ketimpangan yang sangat besar antara peserta aktif dengan pensiunan (pensiunan jauh lebih besar dari peserta aktif atau pegawai aktif)," kata Bambang saat dihubungi Kontan.co.id, belum lama ini. Bambang memandang, dampaknya apabila pendanaan terlambat ke Dana Pensiun maka investasi juga tidak optimal. Pada dasarnya, kata Bambang, investasi Dana Pensiun tidak ada permasalahan, sesuai regulasi, pemetaan portofolio harus sesuai dengan kebutuhan likuiditasnya. Bambang menambahkan, ada beberapa Dana Pensiun yang investasi di properti dan penyertaan langsung cukup besar. Return On Investment rata-rata masih cukup baik, di mana rata-rata mencapai 7% secara industri. "Ada beberapa Dana Pensiun investasi yang dikelola oleh Manajer Investasi seperti Reksadana dan KPD, yang Nilai Aktiva Bersihnya di bawah ekpektasi," jelasnya. Sementara itu, Dana Pensiun BNI mengaku saat ini masih dalam kondisi baik, di mana RKD masih terjaga lebih dari 100% sesuai ketentuan yang sudah diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan. Pengurus Bidang Investasi Dapen BNI Bedie Roesnadi mengatakan, pengelolaan investasi Dapen dilakukan secara berhati-hati sesuai dengan Peraturan OJK, arahan investasi, dan menganut pada liability driven.
Baca Juga: Prospek Investasi Obligasi 2023 Diperkirakan Cerah, Ini Alasannya "Dari sisi portfolio, investasi diarahkan untuk meningkatkan aset inti (aset likuid). Portfolio dalam bentuk Surat berharga dilakukan melalui mekanisme pasar terbuka yang bersifat transparan," ungkapnya. Adapun, Pengamat Industri Keuangan Non-Bank sekaligus mantan Ketua ADPI Suheri menerangkan, upaya yang akan dilakukan Menteri BUMN merupakan langkah yang bagus. Upaya ini lantaran BUMN selaku pendiri dan stakeholder tinggi dan sah-sah saja melakukan audit untuk melihat permasalahannya di mana supaya dapat diperbaiki. Menurut Suheri, konteks perusahaan dana pensiun yang bermasalah yaitu ada beberapa perusahaan dana pensiun BUMN yang kondisi pendanaannya di bawah 100%. "Akibat pendanaan di bawah 100% itu, maka pendiri harus melakukan topup atau iuran tambahan kalau seandainya rasio pendanaannya di bawah 100%," kata Suheri. Suheri menjelaskan, kondisi tersebut kemungkinan yang dianggap kondisi tidak sehat karena kalau pendanaan di bawah 100% berarti kemampuan dana pensiun untuk memenuhi kewajiban sampai seluruh peserta mendapatkan manfaat pensiun itu tidak akan tercukupi. "Karena tidak cukup maka dalam perhitungan diperlukan iuran tambahan dari pendiri, kondisi ini biasanya disebutkan kondisi tidak sehat," jelasnya. Intinya, kata Suheri, kondisi pendanaan tidak mencukupi atau kurang dari 100% yang menjadi permasalahan mengapa perusahaan dana pensiun tidak sehat. Suheri menuturkan, jika dilihat dari ketentuan bagaimana dana pensiun mengelola investasi sebetulnya ketentuannya sudah sangat jelas di POJK, di mana hanya boleh dalam instrumen tertentu sekitar 19 kelompok instrumen yang diperkanankan. Jika melihat investasi dana pensiun di pasar modal seperti berkaca pada kasus Asabri dan Jiwasraya itu terjadi lantaran permasalahan pada pemilihan instrumen pasar modal.
Baca Juga: Setelah IPO Bank Sumut Bakal Kebut Ekspansi Kredit hingga Perkuat Layanan Digital Di perusahaan dana pensiun, sebagian besar berinvestasi dengan membeli reksadana atau investasi di saham-saham sendiri atau langsung. "Nah, memang ada beberapa reksadana yang bermasalah pada tahun 2019 dan 2020 karena Manajer Investasi dalam mengelola tersebut bermasalah dan reksadananya pun jadi tidak baik," tuturnya.
Suheri mengatakan, yang menjadi permasalahan pada saat dana pensiun melakukan investasi di reksadana. Pada saat itu mungkin kondisinya bagus, underline-nya juga bagus. "Seiring berubahnya situasi, ada beberapa underline yang jeblok dan berdampak pada nlai dari reksadana itu sendiri yang turun," katanya. Suheri memandang, pengelolaan yang salah adalah dari Manajer Investasi yang mengelola reksa dana tersebut dan mungkin yang terlanjur masuk tidak bisa keluar dan pada akhirnya asetnya bermasalah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi