JAKARTA. Salah seorang tokoh nelayan ikan tradisional wilayah Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara, H Syarifudin Baso, mengatakan bahwa sekitar 90% para nelayan menyetujui dilanjutkannya proyek reklamasi pantai di pesisir Jakarta Utara.Ia mengungkapkan apabila sejak masuknya momentum pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017, isu perihal reklamasi pantai di Teluk Jakarta, menjadikan sebagai alat politik bagi para tokoh politik. "Kami ini kayak diperalat, yang disebut tokoh-tokoh politik itu kami menolak reklamasi. Tapi nyatanya tidak. Kami tidak bisa dan tidak mau diperalat dengan isu-isu yang seperti itu, yang contoh reklamasi pantai. Memasuki momen-momen Pilkada, kami melihat sangat banyak para tokoh politik gunakan isu tersebut. Saya pun yakin, 90% nelayan ikan menerima reklamasi pantai," katanya, Kamis (9/3).Menurut Syarifudin, politisasi dan penolakan reklamasi selama Pilkada DKI Jakarta, hanya menguntungkan segelintir pihak. Ia yakin, jika para nelayan Muara Angke tidak mudah untuk masuk dalam kampanye politik.
"Cara seperti itu cuma untuk mendulang suara agar elektabilitasnya meningkat. Itu sih hanya cari keuntungan semata. Kami semua yang di sini melihat sembari tertawa mendengar tokoh-tokoh politik, sebegitu semangatnya menolak proyek reklamasi. Padahal, bagi nelayan tidak berpengaruh sama sekali," paparnya kembali. Syarifuddin melanjutkan, warga Muara Angke mendukung kelanjutan proyek reklamasi asal diikutsertakan dalam setiap pembahasannya. Selain itu, ia berharap dengan dilanjutkannya proyek reklamasi itu juga dapat meningkatkan kesejahteraan warga khususnya nelayan ikan. "Kami sama sekali tak mempersoalkan terkait reklamasi sepanjang tidak ada penggusuran,” kata dia. "Kami pun berharap pihak pemerintah mempercepat pelaksanaan proyek tersebut ya lantaran dapat menyelesaikan persoalan kami yakni kesejahteraan," Lanjutnya. Ia juga mengatakan, para nelayan itu berharap proyek reklamasi tersebut akan menjadi pusat bisnis baru yang mampu menopang berbagai permasalahan kehidupan keluarga nelayan, di berbagai daerah. "Para nelayan juga berharap generasi-generasi selanjutnya mendapatkan kehidupan pastinya jauh lebih baik dibandingkan saat ini. Pastinya saya berharap Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) manapun enggak usah ikut campur ini urusan. Keberadaan LSM ini, justru membuat suasana makin keruh. Sebab, yang selama ini ribut LSM dan nelayan Andong (pendatang)," katanya. Ia menilai, proyek reklamasi tak berhubungan dengan penurunan tangkapan ikan. Hal itu ia mengaku, sudah sejak lama sejumlah nelayan ikan sulit mencari ikan di Teluk Jakarta akibat parahnya pencemaran. Syarifudin bahkan menyatakan, menurut para nelayan yang ada di Muara Angke, hingga kini beberapa pulau reklamasi sudah hampir rampung. "Lagi pula, sudah dibangun tower-tower. Entah itu di Pulau C dan D. Sementara pulau lainnya seperti di luar Pelabuhan Baru Tanjung Priok atau disebut New Priok belum ada bangunan sama sekali," ungkapnya. Sementara, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia DKI Jakarta, Yan Winata Sasmita, mengakui sudah dapat menerima penjelasan oleh pengembang dan pemerintah mengenai reklamasi. Ia berharap, proyek reklamasi itu untuk dijaga bersama-sama dan bisa untuk dilanjutkannya kembali oleh pemerintah. "Tidak ada masalah apabila dilanjutkan, sebab ya memang tidak berpengaruh bagi nelayan di pesisir Jakarta. Justru itu, harusnya reklamasi dijaga bersama-sama," ungkapnya. Yan menjelaskan, sampai saat ini belum ada data terbaru jumlah nelayan di Jakarta Utara. Data resmi terakhir sampai tahun 2013 jumlah nelayan di DKK Jakarta tercatat 27.753 jiwa.
"Sementara sebanyak 17.745 jiwa, atau 63,9 % merupakan nelayan ikan pendatang pekerja. Adapun nelayan penetap pemilik dan penetap pekerja yang masing-masing itu ada 3.071 jiwa atau 11,1 %, serta 6.937 jiwa atau 25 %. Merekanya bahkan berharap, jika proyek reklamasi menguntungkan mereka juga. Sementara itu, Emmy Hafild, mantan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Greenpeace Southeast Asia menjelaskan reklamasi pantai di Teluk Jakarta merupakan sebuah solusi penting untuk membangun soal ekosistem laut yang sudah rusak sejak lama. "Reklamasi itu pastinya sudah menjadi solusi utama bagi lingkungan di Teluk Jakarta yang sudah rusak. Reklamasi itu justru yang selaku bentuk adaptasinya terhadap kondisi di Teluk Jakarta. Pemerintah semestinya itu percepat reklamasi 17 pulau yang bersamaan dengan pembangunan tanggul tahap A dalam proyek Pengembangan Terpadu Kawasan Pesisir Ibukota atau NCICD. Kemudian, masyarakat di Jakarta pastinya bisa terbebas dari banjir rob," paparnya. (Panji Baskhara Ramadhan) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan