Ada Ancaman Penurunan Produksi Sawit Tahun Ini, Gapki Dorong Peningkatan PSR



KONTAN.CO.ID -  DENPASAR. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menuturkan, terdapat potensi penurunan kembali produksi sawit di Indonesia tahun ini.

Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan adanya ancaman penurunan produksi sawit. Di antaranya, belum maksimalnya program peremajaan sawit rakyat (PSR), kemudian harga pupuk yang masih tinggi serta potensi kemarau panjang.

"Sawit rakyat itu sudah waktunya untuk replanting, sedangkan (replanting) sawit-sawit yang di perusahaan jalan setiap tahun. Tapi dengan masalah sawit rakyat ini tidak naik jumlahnya, praktis ini produksi secara nasional jadi turun," kata Eddy ditemui disela Persiapan Munas Gapki ke XI di Bali, Selasa (7/3).


Kemudian, adanya perang antara Rusia dan Ukraina berdampak pada harga pupuk yang tinggi. Tingginya harga pupuk menyebabkan petani rakyat akan mengurangi penggunaan pupuk. Bahkan ada kemungkinan tidak menggunakan pupuk.

Baca Juga: Industri Sawit Topang Perekonomian Nasional, Mentan: Pemerintah All Out Dukung Gapki

Pengurangan dosis pupuk juga kemungkinan akan dilakukan oleh perusahaan menyikapi harganya yang masih tinggi. Pengurangan penggunaan pupuk atau pengurangan dosis pupuk tentunya akan berdampak pada produktivitas dari sawit itu sendiri.

"Ini akan berakibat pada produktivitas di 2023, apalagi jika terkena musim kemarau ini harus betul-betul digaungkan. Karena konsumsi sudah pasti naik dengan adanya B35, kemudian konsumsi untuk pangan juga tidak bisa diganggu, kemudian oleochemical juga sama," kata Eddy.

Adapun untuk mengatasi potensi tersebut, Gapki berharap adanya pencapaian tinggi dari program PSR tahun ini.

Eddy juga menjelaskan, untuk menyukseskan program PSR, perlu adanya koordinasi yang baik antara pemerintah dan juga pelaku usaha di dalam proses pelaksanaannya.

"Koordinasi yang baik harus selalu ditingkatkan dalam hal ini pemerintah dan juga pelaku usaha untuk selalu mensinergikan kebijakan-kebijakan terkait untuk menciptakan industri sawit yang lebih baik lagi ke depannya,” katanya.

Baca Juga: Wapres Ma’ruf Amin Sebut Industri Kelapa Sawit Salah Satu Pilar Penting Ekonomi RI

Selain meningkatkan program PSR tahun ini, Eddy mengusulkan pemerintah dapat menugaskan BUMN di bidang perkebunan untuk memproduksi sawit khusus memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.

"Kalau perlu misalnya pemerintah menugaskan BUMN khusus untuk membuka kebun sawit di Papua untuk energi, jadi bersama masyarakat sana. Jangan swasta supaya nggak ada anggapan 'Wah ini swasta masih rakus'. Jangan sampai ada kesan seperti itu. Ini murni hanya untuk kita aman," kata Eddy.

Menurutnya jika produksi sawit tak bisa diamankan, sedangkan konsumsi terus naik maka akan berdampak pada jumlah ekspor. Dengan demikian artinya akan mengurangi devisa yang diterima oleh negara.

"Kalau nanti konsumsi itu naik terus yang akan dikorbankan adalah devisa. devisa artinya ekspor kita akan berkurang, sedangkan kita juga butuh devisa. Ini yang saya terus terang akan saya suarakan supaya kondisi jangan sampai menjadi benar-benar tidak aman produksi," jelasnya.

Ia mengatakan, jika produktivitas tak bisa ditingkatkan dan ditambah dengan adanya kemarau panjang. Kemungkinan total produksi tahun ini bisa turun ke 50 juta ton. Namun diharapkan kemarau panjang tak terjadi sehingga Eddy menyebut setidaknya produksi sawit tahun ini bisa sama seperti 2022.

Sebelumnya Gapki mencatat produksi Crude Palm Oil (CPO) tahun 2022 sebesar 46,729 juta ton. Jumlah tersebut lebih rendah dari produksi tahun 2021 sebesar 46,88 juta ton.

Baca Juga: Buka Munas Gapki, Wapres Sampaikan Langkah Pengembangan Sawit Berkelanjutan

Adapun dibandingkan tahun 2021 produksi CPO tahun 2022 turun 0,34%. Dimana CPKO Crude Palm Kernel Oil (CPKO) sebesar 4,5 juta ton, sehingga total palm production 2022 kemarin 51,2 juta ton.

Penurunan produksi ini merupakan tahun ke-4 yang terjadi secara berturut-turut di mana produksi CPO cenderung terus turun atau stagnan sejak kelapa sawit diusahakan secara komersial di Indonesia.

Sedangkan, konsumsi dalam negeri tahun 2022 secara total mencapai 20,96 juta ton. Capaian tersebut lebih tinggi dari tahun 2021 sebesar 18,422 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli