Ada apa dengan bursa saham China?



BEIJING. Investor saham China mulai panik! Ini pula yang menyebabkan Indeks Bursa Shanghai (SSEC) kemarin (8/7) ambles ke posisi 3.507,19, anjlok 32,11% dari posisi tertinggi di level 5.166,35 per 12 Juni 2015. Ini pula yang  membuat kapitalisasi pasar SSEC longsor US$ 2,8 triliun dalam tempo kurang dari sebulan.

Tak jauh berbeda, Indeks Bursa Shenzhen juga rontok 39,99% di periode sama. Lantaran gerak pasar modal China digerakkan sekitar 90 juta investor individu, kepanikan  para pemodal ini pula membuat otoritas bursa China menghentikan sementara perdagangan 1.357 saham.

Perinciannya: 365 saham di Bursa Shanghai dan 992 saham di Bursa Shenzhen. Alasan otoritas melakukan suspensi untuk mencegah panic selling yang berlebihan di kalangan pemodal China.


Apalagi, survei  yang dilakukan China Household Finance Survey Center pada 2 Juli 2015 menyebutkan adanya kecenderungan investor masih akan menjual portofolio miliknya.

Hasil survei itu menyebut, sebanyak 32% responden investor ingin mengurangi kepemilikan saham pada kuartal III nanti. Namun, mayoritas atau   56,2% responden  memilih wait and see. Hanya 12,3% responden yang ingin menambah investasi di bursa saham.

Lantas, apa yang menjadi biang kerok kejatuhan bursa saham China? Banyak tafsir soal  ini. Pertama, adanya kekhawatiran ekonomi China yang melambat. Kedua,  efek krisis utang Yunani juga menjadi pemicu tekanan  jual di pasar saham.

Ketiga,  Bussiness Standard melaporkan, keruntuhan bursa China akibat permainan fasilitas margin yang terlalu besar oleh para investor ritel. Celakanya, sekitar 85% volume perdagangan saham China digerakkan investor ritel.

Mengutip laporan Goldman Sach, fasilitas margin di China sudah mencapai 2,2 triliun yuan atau setara US$ 355 miliar. Saat ekonomi dunia diuji dengan krisis Yunani plus proyeksi perlambatan pertumbuhan ekonomi China, ini membuat investor pesimistis dan menimbulkan kepanikan.

Kebijakan otoritas bursa China yang mensuspensi perdagangan saham juga berefek negatif. "Ada kegelisahan karena investor tidak bisa mengakses dana mereka," tandas Shaun Rein, Direktur China Market Research.

Penurunan pasar saham ini juga menyeret bos Otoritas Bursa China atau China Securities Regulatory Commission (CSRC) Xiao Gang. Nama Xiao Gang dinilai tidak membawa hoki lantaran memiliki arti cutting it all alias memangkas semuanya.

Yang pasti, kejatuhan bursa  China layak untuk kita waspadai. Mengingat, ini bisa jadi tanda perlambatan ekonomi China. Apalagi, China menjadi salah satu  mitra dagang penting, khususnya ekspor komoditas dari Indonesia.            

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa