Ada apa dengan saham AISA?



JAKARTA. Saham PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) longsor tajam dalam dua hari perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Rabu (20/1), saham AISA hampir menyentuh batas autoreject kiri atau turun hingga 9,22% ke level Rp 935 per saham.

Sehari sebelumnya, Selasa (19/1), harga AISA juga anjlok 9,25%. Koreksi tajam AISA akibat rumor yang berembus, bahwa perusahaan konsumer ini kesulitan likuiditas akibat anak usahanya, PT Golden Plantation Tbk (GOLL) gagal bayar utang alias default.

Rumor yang beredar juga menyebutkan, ada penurunan valuasi besar-besaran terhadap saham AISA yang memicu investor besar kabur. Direktur Keuangan AISA Sjambiri Lioe membantah kabar default GOLL.


Dia menyatakan, tahun ini tak ada utang besar yang jatuh tempo. Berdasar laporan keuangan GOLL, kuartal III 2015, perusahaan ini memiliki liabilitas jangka pendek senilai Rp 118,19 miliar.

Sementara liabilitas jangka panjang senilai Rp 1,1 triliun. Utang bank yang jatuh tempo dalam waktu setahun sekitar Rp 3 miliar. Adapun aset GOLL sekitar Rp 2,1 triliun.

"Jatuh tempo utang masih lama, tidak ada default. Silakan tanya pada bank bersangkutan," ujar Sjambiri kepada KONTAN, Rabu (20/1).

AISA memang akan mendivestasi sebagian saham anak usaha di bidang perkebunan itu. Divestasi dilakukan dua tahap. Tahap pertama, AISA akan menjual 35%-40%, sehingga emiten perkebunan itu tak dikonsolidasikan ke laporan keuangan AISA.

"Nilai aset kebunnya jauh lebih besar daripada utangnya. Divestasi GOLL tidak merugikan AISA," imbuh Sjambiri.

Perseroan ini berjanji memberikan keterbukaan informasi lebih lanjut kepada pemegang saham mengenai rumor itu. Sjambiri menambahkan, kontribusi GOLL terhadap AISA kecil, kurang dari 10%.

Bahkan kontribusi GOLL ke laba AISA di bawah 2%. AISA mendivestasi GOLL agar utang anak usahanya tak memberatkan kinerja AISA.

Di sisi lain, AISA masih terus ekspansi. Sjambiri yakin, pendapatan AISA bisa tumbuh dua digit pada tahun ini. Perseroan akan meneruskan ekspansi perluasan kapasitas pabrik yang sudah hampir penuh.

"Penjualan kami justru meningkat dan kapasitas pabrik sudah penuh. Kami masih fokus di bisnis beras dan makanan ringan," ujar dia.

Sjambiri mengklaim, belum sebulan ini, produk Mie Kremes meraup pendapatan Rp 35 miliar, produk Bihunku meraih pendapatan Rp 107 miliar dan Taro menyentuh Rp 70 miliar.

Pengamat pasar modal Teguh Hidayat menilai, penurunan saham AISA tidak wajar. Saham emiten ini memang dalam tren pelemahan sejak beberapa waktu lalu.

Hal ini lebih disebabkan kondisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang masih dalam tren turun, sehingga menyeret saham-saham lapis dua. Dia menuturkan, masih banyak saham lain yang turun lebih dalam dari AISA.

Tapi karena ada rumor, AISA menjadi perhatian investor. Dus, AISA mendapat hantaman dari dua sentimen. "Pertama, dari situasi pasar yang memang turun. Kedua, karena dihajar rumor," ungkap Teguh.

Teguh meragukan rumor terhadap saham AISA. Pasalnya, ekuitas AISA masih kuat untuk membayar kembali utang maupun utang anak usaha. Divestasi GOLL juga tak merugikan AISA.

Namun memang, prospek AISA menurun akibat mengakuisisi GOLL di saat yang salah. "Rumor tersebut terlalu dibesar-besarkan," tegas Teguh.

Saat ini investasi terbesar AISA bukan di perkebunan kelapa sawit, melainkan di beras dan makanan ringan. Teguh menilai, dari sudut pandang investor, harga AISA sudah murah. Dari sisi kinerja, AISA tidak mengalami masalah signifikan.

Namun, karena harga sudah turun tajam, saham AISA sulit berbalik di tengah penurunan IHSG saat ini. Teguh memprediksi, saham AISA bisa bullish jika IHSG kembali ke level 4.500.

Reza Priyambada, Kepala Riset NH Koorindo Securities, menilai, investor yang masih percaya fundamental AISA lebih baik wait and see. Begitu mulai ada volume beli, bisa buy on weakness. J

ika AISA terbukti tidak mengalami masalah keuangan, di jangka panjang, saham AISA bisa kembali ke Rp 1.200 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie