Ada asa emiten poultry dari naiknya harga unggas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga unggas dan telur bisa jadi penyokong kinerja emiten perunggasan. Apalagi, momentum bulan puasa yang biasa ditunggu industri telah berlalu. Sedangkan perayaan natal dan tahun baru biasanya tidak memberi pertumbuhan penjualan yang signifikan.

Dengan kenaikan harga unggas, sejumlah analis melihat kinerja keuangan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk tahun ini akan terbantu. Maklum, perolehan laba bersih emiten berkode JPFA ini di kuartal III merosot.

Untungnya, langkah pemerintah terus berupaya menyeimbangkan antara pasokan dan permintaan unggas cukup efektif. Asal tahu saja, sejak 12 Oktober lalu, Kementerian Pertanian mendorong industri peternakan ayam untuk mengurangi produksi bibit ayam atau day old chicken (DOC) sebesar 9,5% menjadi rata-rata 54 juta-55 juta ekor. Sebelumnya, dalam sepekan produksi DOC bisa mencapai 62 juta-65 juta ekor.


Imbas kebijakan tersebut langsung terasa pada harga DOC yang meningkat 5%–10% menjadi Rp 5.000 per ekor. Harga ayam pedaging pun berangsur naik melampaui harga pokok produksi sebesar Rp 16.500–Rp 17.000 per kg.

Mengutip arsip KONTAN, di daerah peternakan Banten dan Jawa Barat, harga ayam pedaging sudah mencapai sekitar Rp 18.500–Rp 19.000 per kg. Sedang di Sumatra dan Jawa Tengah masih di kisaran Rp 16.000–Rp 17.000 per kg. "Jelas semakin naik harga jual akan makin baik pendapatan emiten, asal mereka bisa mempertahankan permintaannya," papar analis NH Korindo Joni Wintarja kepada KONTAN, Selasa (21/11).

Bagi emiten berkode JPFA ini, kesempatan ini bisa digunakan untuk kembali memperkuat lini bisnis di sektor DOC dan ayam potong. Memang dalam beberapa tahun ini, JPFA lebih fokus pada bisnis pakan ternak, karena lebih menjanjikan dan persaingannya tidak seketat bisnis unggas untuk konsumsi.

Kenaikan penjualan

Sekedar informasi, pendapatan JPFA dalam sembilan bulan pertama 2017 mencapai Rp 21,69 triliun, atau naik 5,3% dari periode sama tahun lalu, yakni Rp 20,60 triliun. Namun laba bersihnya terkoreksi 50,73% dari periode sebelumnya Rp 1,72 triliun di periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 849,84 miliar.

Analis Mirae Aset Mimi Halimin, dalam laporan yang terbit 27 Oktober, mencatat, kenaikan penjualan JPFA pada kuartal III-2017 didukung oleh sektor pakan yang tumbuh sebesar 23%. Sedang pendapatan sektor broiler naik 10,5% dan DOC naik 6,1% secara year on year.

Di sisi lain, Mimi melihat cost of sales pada periode tersebut melonjak 15,7% yoy dibandingkan periode sebelumnya. Ini akibat naiknya harga jagung, yang menjadi bahan baku pakan ternak.

Sedangkan analis Danareksa Sekuritas Adeline Solaiman optimistis, volume penjualan tahunan JPFA akan semakin meningkat, terutama pada sektor DOC yang bisa tumbuh hingga 20,6%. Sedang penjualan broiler bisa tumbuh 11,7% dan pakan ternak tumbuh 11% akhir tahun ini.

Namun, average selling price (ASP) untuk setiap sektor mengalami penurunan. Harga pakan ternak turun 1,6%, DOC turun 2,3% dan broiler turun 2,7%. "Di industri poultry ada jurang antara suplai dan permintaan DOC dan broiler," jelas Adeline. Ia optimistis, dengan intervensi pemerintah dan ASP yang lebih tinggi, pendapatan lini bisnis daging unggas JPFA bakal naik tahun depan.

Hingga akhir tahun 2017, Adeline memprediksi pendapatan JPFA bakal mencapai Rp 29 triliun. Menurut dia, penjualan di kuartal IV-2017 akan berkontribusi sebanyak 25% terhadap pendapatan JPFA akhir tahun.

Estimasi ini stabil dibanding kuartal-kuartal sebelumnya. "Kami melihat, penjualan Desember mungkin akan ada kenaikan, walau tidak sebanyak di saat momen lebaran," jelas Adeline.

Lebih jauh lagi, Joni melihat tahun 2018 yang merupakan tahun politik akan memberikan dampak positif bagi kinerja JPFA. Maklum saja, berkat perhelatan politik tersebut, akan ada peningkatan konsumsi.

Saat dana politik sudah turun, maka pesta rakyat kerap digelar dan tingkat belanja bakal meningkat. Otomatis, hal ini dapat mendorong permintaan pengusaha lokal dan masyarakat terhadap komoditas poultry.

Adeline memberikan rekomendasi buy pada saham JPFA dengan target harga Rp 1.650 per saham. Joni juga memberikan rekomendasi buy dengan target di Rp 1.740 per saham. Mimi mempertahankan rekomendasi trading buy dengan target harga di posisi Rp 1.585 per saham.

Pada Selasa (21/11), harga saham JPFA ditutup di posisi Rp 1.300 per saham. Posisi ini turun 0,38% dibandingkan hari sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati