Ada aturan wajib rupiah, PKN tunda ekspansi



JAKARTA. PT Pesona Khatulistiwa Nusantara (PKN) terpaksa menunda sejumlah rencana ekspansi menyusul wajib rupiah dan anjoknya harga batubara. Hanya, untuk proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapaitas 1 x 7,5 megawatt (MW) di Desa Apung, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara dipastikan tetap jalan.

PKN menargetkan pryek PLTU ini akan commissioning pada akhir bulan November mendatang. Presiden Direktur PKN, Jeffrey Mulyono mengatakan, saat ini komponen utama untuk power plant ini sudah sampai di tempat.

Asal tahu saja, dari wilayah kerja tambang batubara milik PKN seluas 52 hektare (ha) di Desa Apung, dialokasikan 5 hektare lebih untuk membangun PLTU yang menghabiskan biaya hingga US$ 20 juta. Rencananya dari 7, 5 MW ini, sekitar 5 MW digunakan untuk kepentingan sendiri dan sisanya akan dijual ke PT PLN.


Nah, Tadinya anak usaha PT Energi Nusa Mandiri ini juga berencana membangun kembali membangun power plant 1 x 7,5 MW di Desa Apung ini. Investasinya diperkirakan sekitar US$ 10-US$ 11 juta.

Hanya, Jeffrey mengaku rencana ini kembali menjadi wacana karena PKN kesulitan dengan kewajiban rupiah. "Saya bingung cara membukukannya, kami pinjam ke Bank Indonesia tetapi komponennya impor," kata Jeffrey kepada KONTAN, Rabu (2/9).

Menurut Jeffrey, untuk ekspansi perusahannya terpaksa menunggu dulu dan berharap ada tinjauan terkait kewajiban rupiah. Selain aturan wajib rupiah, PKN juga menunda pinjaman kredit ke Polandia karena lesunya harga batubara.

Tadinya PKN berencana membuat conveyor untuk underground atau tambang bawah tanah. "Studi sudah matang, rencananya 2016 ini mau dibuat conveyor tetapi dibatalkan. Kondisi pasar begini kami tidak berani melakukan investasi," kata Jeffrey.

Tak hanya itu, PKN pun menurunkan target produksi batubara tahun ini. Sebelumnya target produksi PKN sebesar 5 juta ton dan direvisi menjadi 3,7 juta ton. "Bahkan kemungkinan besar di bawah 3,7 juta ton," kata Jeffrey.

Target pendapatan yang tadinya US$ 100 juta juga direvisi. "Kacau ini, semua harga berubah-ubah. Sekarang pasti ambruk pendapatan kita," kata Jeffrey. Sayang, ia belum bisa menyebut revisi target pendapatan. "Baru mau diajukan ke RKAB," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri