Legenda supernote sebagai dollar AS palsu supercanggih bukan isapan jempol. Setidaknya menurut Wikileaks yang membocorkan pesan rahasia kabel Kedutaan Besar Amerika Serikat (Kedubes AS) di Jakarta, sebuah bank besar nasional pernah ikut “membantu” menyalurkan dollar AS palsu itu tanpa menyadari bahwa uang yang diserahkan ke nasabahnya bukan uang asli.Pesan rahasia tertanggal 14 Agustus 2006 itu intinya mengabarkan, ada orang Indonesia yang menggunakan 35 lembar dollar AS pecahan US$ 100 dari bank besar nasional itu untuk berobat di Singapura. Tapi, dollar AS yang disangka asli itu supernote.Bank-bank asing di Singapura lebih terlatih mengenali supernote karena menjadi principal distribusi dollar AS di pasar internasional oleh The Federal Reserve, bank sentral AS.Setelah menemukan supernote itu, Secret Service bertemu Bank Indonesia (BI) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Adapun Kedubes AS bertemu komisaris utama bank tersebut. Mereka mengungkapkan temuan supernote di Singapura dan fakta bahwa bank besar itu memiliki hubungan dengan dua bank di Korea Utara. Sang komisaris utama menyadari gawatnya masalah ini.Adapun BI menjawab, mereka tidak bisa melakukan tindakan apapun atas laporan itu. Kedubes AS lantas bertemu dengan salah satu deputi gubernur BI dengan bantuan seorang staf BI untuk menjelaskan masalah ini. Tak jelas, apakah bank itu akhirnya memutuskan hubungan dengan bank Korea Utara.Benarkah isi bocoran Wikileaks? itu? Troy Pederson, Atase Pers Kedubes AS, dan Corina R. Sanders, Sekretaris Bidang Informasi Kedubes AS, tak bisa dimintai konfirmasi. E-mail serta faks yang dilayangkan ke Kedubes AS juga tak berbalas.Difi A. Johansyah, Direktur Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat BI, mengakui, nama seorang staf yang disebut Wikileaks itu memang karyawan BI. “Namun, deputi gubenur yang disebut di situ bukan yang mengurusi peredaran uang,” katanya.Yunus Husein, mantan Kepala PPATK, mengaku tak ingat lagi kasus tersebut. ***Sumber : KONTAN MINGGUAN 49 XVI 2012, Laporan Utama
Ada bank besar tertipu supernote?
Legenda supernote sebagai dollar AS palsu supercanggih bukan isapan jempol. Setidaknya menurut Wikileaks yang membocorkan pesan rahasia kabel Kedutaan Besar Amerika Serikat (Kedubes AS) di Jakarta, sebuah bank besar nasional pernah ikut “membantu” menyalurkan dollar AS palsu itu tanpa menyadari bahwa uang yang diserahkan ke nasabahnya bukan uang asli.Pesan rahasia tertanggal 14 Agustus 2006 itu intinya mengabarkan, ada orang Indonesia yang menggunakan 35 lembar dollar AS pecahan US$ 100 dari bank besar nasional itu untuk berobat di Singapura. Tapi, dollar AS yang disangka asli itu supernote.Bank-bank asing di Singapura lebih terlatih mengenali supernote karena menjadi principal distribusi dollar AS di pasar internasional oleh The Federal Reserve, bank sentral AS.Setelah menemukan supernote itu, Secret Service bertemu Bank Indonesia (BI) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Adapun Kedubes AS bertemu komisaris utama bank tersebut. Mereka mengungkapkan temuan supernote di Singapura dan fakta bahwa bank besar itu memiliki hubungan dengan dua bank di Korea Utara. Sang komisaris utama menyadari gawatnya masalah ini.Adapun BI menjawab, mereka tidak bisa melakukan tindakan apapun atas laporan itu. Kedubes AS lantas bertemu dengan salah satu deputi gubernur BI dengan bantuan seorang staf BI untuk menjelaskan masalah ini. Tak jelas, apakah bank itu akhirnya memutuskan hubungan dengan bank Korea Utara.Benarkah isi bocoran Wikileaks? itu? Troy Pederson, Atase Pers Kedubes AS, dan Corina R. Sanders, Sekretaris Bidang Informasi Kedubes AS, tak bisa dimintai konfirmasi. E-mail serta faks yang dilayangkan ke Kedubes AS juga tak berbalas.Difi A. Johansyah, Direktur Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat BI, mengakui, nama seorang staf yang disebut Wikileaks itu memang karyawan BI. “Namun, deputi gubenur yang disebut di situ bukan yang mengurusi peredaran uang,” katanya.Yunus Husein, mantan Kepala PPATK, mengaku tak ingat lagi kasus tersebut. ***Sumber : KONTAN MINGGUAN 49 XVI 2012, Laporan Utama