Ada Bulog di bisnis beras premium Tiga Pilar (AISA)



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masih ingat rumor Perum Bulog berniat mengambil alih bisnis beras PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA)? Pihak Bulog sudah membantah rumor ini. Meski tak berniat mengakuisisi bisnis beras AISA, perusahaan pelat merah ini ternyata punya kerjasama bisnis dengan AISA.

Hal tersebut terungkap dalam laporan keuangan AISA periode 2017. Manajemen AISA, dalam laporan keuangan yang dirilis akhir pekan lalu ini, melaporkan, Bulog memiliki perjanjian kerjasama dengan tiga anak usaha AISA, yakni PT Sukses Abadi Karya Inti (Sakti), PT Indo Beras Unggul (IBU) dan PT Jatisari Srirejeki (JSR).

Kerjasama tersebut berupa kerjasama pengolahan gabah dan beras. "Pengolahan itu untuk produksi beras premium Bulog," tulis manajemen dalam laporan keuangan. Sebagai imbal hasil, Sakti, IBU dan JSR mendapat sisa hasil beras produksi Bulog. Perjanjian tersebut berlaku mulai 28 Februari 2018 dan akan berakhir 31 Desember 2018.


Yang menarik, AISA sejatinya sudah mengumumkan rencana divestasi bisnis beras sejak akhir tahun lalu. Namun, baik manajemen AISA dan Bulog belum menanggapi permintaan konfirmasi KONTAN terkait kerjasama tersebut.

Selain dengan Bulog, SAKTI juga menjalin kerjasama dengan PT Pertani. Kedua perusahaan ini sepakat menjalin kerjasama di bidang pengadaan, pengolahan dan penjualan beras premium dengan merek Delman.  Minimal volume produksi yang ditetapkan sebesar 30.000 ton, terhitung sejak Februari hingga Desember 2018.

Perjanjian kerjasama tersebut menetapkan, Sakti bakal menerima penghasilan Rp 536 per kilogram (kg) dari pengolahan gabah menjadi beras premium. Sementara dari pengolahan beras menjadi beras premium, Sakti bakal menerima Rp 260 per kg.

Jika ditotal, maka Sakti bakal menerima pendapatan sekitar Rp 23,88 miliar. Sakti juga masih akan memperoleh pemasukan 50% dari total penjualan beras Delman.

Rekor harga terendah

Kepala Riset Narada Aset Manajemen Kiswoyo Adi Joe menilai, meski ada pemasukan baru dari Bulog dan Pertani, tapi ekspansi tersebut belum cukup menjadi sentimen positif bagi pergerakan saham AISA. Selain karena nilainya kecil, permasalahan AISA saat ini terletak pada kepercayaan investor.

Asal tahu saja, pada perdagangan kemarin harga saham AISA ditutup di Rp 191 per saham. Ini adalah rekor harga terendah AISA sejak Oktober 2007 silam.

Perhatian investor sekarang tertuju pada kemampuan AISA melunasi utang obligasi yang sudah jatuh tempo. "Memang harus secepatnya dilunasi, kalau terus berusaha dan berusaha justru semakin membuat investor ragu," imbuh Kiswoyo, Senin (2/7).

Dia menambahkan, masih ada skenario lain bagi AISA agar bisa mendapat duit untuk melunasi utang. Caranya, dengan menjual aset grup selain AISA. Cuma memang, hal itu tak mudah dilakukan karena ada potensi grup bakal kehilangan bisnisnya.

Berdasarkan laporan keuangan AISA, bisnis beras menekan pendapatan sepanjang tahun lalu. Penjualan AISA di segmen beras turun 39% menjadi Rp 2,49 triliun. Sedang pendapatan dari segmen makanan ringan hanya naik kurang dari 2% menjadi Rp 2,61 triliun.

Alhasil, AISA mencatat penjualan bersih konsolidasi sebesar Rp 4,92 triliun. Angka terebut turun 25% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 6,54 triliun.

Selama masih banyak ketidakpastian, Kiswoyo tak menyarankan investor masuk ke saham AISA. "Jika sudah terlanjur punya, cut loss, tapi kalau belum jangan masuk," imbuh Kiswoyo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia