Ada Capres yang Tak Mau Lanjutkan Kebijakan Hilirisasi, Bahlil: Ini Bahaya!



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menuding ada calon presiden (capres) yang tidak ingin melanjutkan program hilirisasi yang menjadi kebanggan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Bahlil dalam Konferensi Pers di Jakarta, Jumat (20/10).

Oleh karena itu dirinya berharap siapapun yang akan menjadi pemimpin selanjutnya harus berani untuk melanjutkan hilirisasi.


Menurutnya, apabila program tersebut dihentikan, dirinya menganologikan Indonesia akan kembali ke zaman penjajahan.

"Saya harapkan capres kedepan atau tiga capres ini bisa melanjutkan hilirisasi. Karena saya punya keyakinan ada pihak lain yang tidak ingin barang ini dilanjutkan," ujar Bahlil dikutip, Minggu (22/10).

Baca Juga: Pertumbuhan Melambat, Realisasi Investasi di Kuartal III-2023 Capai Rp 374,4 Triliun

"Kalau ada pihak lain yang tidak ingin dilanjutkan, ini sama dengan kita kembali ke zaman penjajahan. Kenapa kita dikendalikan VOC karena hanya mengambil bahan baku kemudian diekspor," imbuh Bahlil.

Bahlil menambahkan, larangan ekspor bahan mentah sebenarnya sudah diusung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2009.

Namun, belum disemput dieksuksi ternyata sudah selesai masa jabatan SBY. Untuk itu, inisiasi tersebut dilanjutkan oleh Presiden Jokowi hingga sekarang.

"Pak Jokowi yang mengeksekusi, melarang ekspor. Nah, Sekarang ada orang yang masuk di salah satu capres mungkin, membuat program agar tidak melanjutkan hilirisasi, ini bahaya, negara kita tidak boleh dikendalikan oleh orang-orang seperti ini," tegas Bahlil.

Baca Juga: Siapa Negara yang Paling Banyak Investasi di Indonesia? Jawabannya Bukan China

Sebagai informasi, Kementerian Investasi/BKPM melaporkan, realisasi investadi di sektor hilirisasi sepanjang Januari hingga September 2023 mencapai Rp 266 triliun.

Angka tersebut telah mencapai 25,3 % dari total realisasi investasi sepanjang Januari hingga September 2023 sebesar Rp 1.053,2 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto