Ada celah bagi oknum pajak di tax amnesty?



JAKARTA. Ketua ASEAN Competition Institute, Joy Martua Pardede mengkritisi keberadaan Pasal 8 ayat 3 di UU Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Ia menilai pasal tersebut memiliki celah oknum pegawai pajak bagi wajib pajak (WP) yang ingin melunasi tunggakan pajak.

Pasal 8 ayat 3 tersebut menyebutkan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki persyaratan sebagai berikut, (antara lain), memiliki NPWP, melunasi seluruh tunggakan pajak, membayar uang tebusan, melunasi pajak yang tidak atau kurang bayar atau melunasi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi WP yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan.

Menurutnya, dengan adanya ayat pelunasan tunggakan pajak itu, maka potensi moral hazard darai para fiskus atau pegaqai pajak masih tetap ada. Ia mencontohkan, si pengusaha yang mendeklarasikan ikut program tax amnesty memiliki tunggakan Rp 1 miliar, namun bisa jadi dari kalangan pegawai pajak mengakali, sehingga bilangnya ada tunggakan Rp 2-3 miliar.


"Sehingga pada akhirnya akan ada kompromi yang cenderung merugikan pendaftar tax amnesty. Potensi itu masih tetap ada, padahal wajib pajak sudah mendeklarasikan hartanya" ujar Joy saat acara sosialisasi tax amnesty di Jakarta, Kamis (21/7).

Menurut dia, sampai saat ini, dari internal Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sendiri belum sepenuhnya berlaku good governance (tata kelola yang baik). Sehingga aksi koruptif dan kolutif masih mungkin terjadi.

Makanya, kendati sudah ada UU Anti Korupsi, tren korupsi tetap sana tidak menurun. "Saya rasa, dengan adanya tax amnesty ini judul besarnya adalah, bagaimana mereformasi sistem perpajakan dan mereformasi birokrasi. Termasuk reformasi perilaku dari fiskus itu sendiri," tutur mantan pengusaha dari Kadin ini.

Meski ia percaya terhadap DJP, namun dalam melihat reformasi birokrasi sepertinya belum sepenuhnya berjalan. Oleh karena itu Joy menekankan bahwa masalah penghitungan tunggakan ini menjadi serius bagi pegawai pajak.

Dia sendiri mengakui, masalah penghitungan tunggakan adalah masalah teknis. Tapi sesuai dengan janji dari DJP di setiap acara sosilaisasi, bahwa disitu ada mekanisme klarifkasi. "Jadi dipastikan mekanisme bukan kompromi, tapi klarifikasi untuk dicari solusinya," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan