Ada indikasi backdoor listing dalam rights issue Mitra Investindo, apa kata BEI?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Mitra Investindo Tbk (MITI) berencana melakukan penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) alias rights issue. Untuk melancarkan aksi korporasi ini, MITI berencana melakukan penggabungan nilai nominal saham (reverse stock) dari lima saham menjadi dua saham baik untuk saham kelas A maupun kelas B.

Adapun nilai nominal saham kelas A yang semula Rp 200 menjadi Rp 500 per saham dan kelas B yang semula Rp 20 menjadi Rp 50 per saham.

Pasalnya, sesuai dengan ketentuan, penerbitan saham dapat dilakukan sekurang-kurangnya dengan harga pelaksanaan yang sama dengan nilai nominal. Di samping itu, sesuai dengan ketentuan perdagangan saham di BEI Nomor II-A tentang perdagangan efek bersifat ekuitas, untuk dapat diperdagangkan saham yang diterbitkan minimal dengan harga sebesar Rp 50 per saham.


Jumlah saham baru yang rencananya akan diterbitkan sebanyak-banyaknya 2,86 miliar saham kelas B dengan nilai nominal Rp 50. Bila memperhitungkan sebelum pelaksanaan reverse stock maka rencana penerbitan saham rights issue adalah 202,95% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Sedangkan bila memperhitungkan pelaksanaan reverse stock maka saham yang diterbitkan setara 507,38% dari modal ditempatkan dan disetor penuh.

Baca Juga: Menyikapi saham yang berpotensi mengalami delisting paksa

Secara rinci, dana hasil rights issue akan digunakan sebesar 48,87% untuk mengakuisisi 64,87 juta saham atau setara 99,81% dari seluruh modal yang ditempatkan dalam PT Wasesa Line (WL) milik PT Prime Asia Capital (PAC). Sekitar 9% untuk pembelian piutang Prime Asia Capital pada Wasesa Line dan sisa dananya akan digunakan untuk modal kerja.

Dalam perjanjian bersyarat pemasukan saham (inbreng) sebagai setoran modal ke dalam MITI, PAC akan mengalihkan seluruh saham yang dimilikinya dalam WL sejumlah 64,87 juta lembar saham dengan nilai nominal Rp 1.000 per lembar.

Sebagai pembayarannya, MITI akan memberikan saham baru hasil rights issue dengan memperhatikan kepemilikan saham Interra Resources Limited (IRL) sebesar 48,87%. Maka porsi rights issue yang akan diterima oleh IRL sesuai dengan porsi kepemilikannya yang akan diserahkan kepada PAC yakni 48,87% atau setara dengan total nilai saham WL yang akan diakuisisi oleh MITI yaitu sebesar Rp 70 miliar.

Nah, IRL selaku pengendali  MITI akan menyerahkan porsi rights issue yang menjadi haknya kepada PAC. Kemudian, PAC telah menyatakan akan memperoleh pengalihan rights issue dari IRL dan berkomitmen untuk mengambil saham yang diterbitkan oleh MITI melalui rights issue yang diperoleh dari IRL.

Selain itu, MITI dan PAC telah menandatangani perjanjian bersyarat jual beli piutang, sepakat bahwa MITI akan membeli tagihan milik PAC kepada WL senilai Rp 15 miliar dengan dana yang diperoleh dari rights issue.

Aksi korporasi ini pun terindikasi  sebagai backdoor listing. Sebab, rencana ini secara tidak langsung berpotensi menjadikan PAC menjadi ‘perusahaan terbuka’ melalui MITI tanpa harus menggelar initial public offering (IPO).

Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI),I Gede Nyoman Yetna Setia, mengatakan terminologi backdoor listing sebenarnya tidak terdapat dalam peraturan bursa. Hanya saja, istilah ini dipersepsikan oleh publik sebagai upaya untuk melakukan pengambilalihan perusahaan tercatat dan memanfaatkan status sebagai perusahaan tercatat. Umumnya pengambilalihan dilakukan melalui aksi koprorasi tertentu disertai dengan injeksi asset berupa entitas yang kemudian menggantikan core business perusahaan yang diambil alih.

Otoritas bursa pun merestui aksi korporasi ini, asalkan wajib memperoleh persetujuan pada rapat umum pemegang saham (RUPS) dan pernyataan pendaftaran kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah menjadi efektif. MITI sendiri akan menggelar RUPS pada 14 Oktober 2020 mendatang.

“Bursa senantiasa mendukung rencana perusahaan tercatat dalam melakukan aksi korporasi dalam upaya memastikan kelangsungan usaha perseroan (going concern) dan meningkatkan value perusahaan,” ujar Nyoman.

Nyoman mengatakan, perdagangan efek MITI sampai saat ini telah disuspensi selama 18 bulan karena emiten ini tidak membukukan pendapatan. Adapun aksi korporasi ini bertujuan untuk melakukan pertumbuhan anorganik dengan melakukan pengambilalihan perusahaan yang dapat memberikan pendapatan usaha.

Selanjutnya: Bakal akuisisi Wasesa Line, MITI berencana reverse stock hingga inbreng saham

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat