JAKARTA. Polda Metro Jaya menyebut proyek pengadaan alat uninterruptible power supply (UPS) di sekolah-sekolah di DKI Jakarta merugikan negara. Pasalnya, ada indikasi penggelembungan (mark up) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2014 untuk proyek tersebut. "Indikasi tersebut didapatkan dari hasil penyelidikan sejak 28 Januari 2015 lalu," ujar Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ajie Indra saat dihubungi, Minggu (8/3). Namun, Ajie belum dapat mengatakan jumlah kerugian yang diterima negara lantaran proyek tersebut. Pihaknya masih memintanya kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan DKI Jakarta. "Untuk menganalisis dokumen, kepolisian juga melibatkan BPKP DKI Jakarta. Jadi masih menunggu untuk detailnya. Yang pasti, ada dugaan mark up," tutur dia. Ajie menjelaskan, indikasi tersebut diperkuat dengan adanyanya ketidaksesuaian antara perencanaan dan kebutuhan dari sasaran. Hasilnya, kata dia, juga tidak sesuai dengan harapan. Diketahui, Polda Metro Jaya telah menyelidiki dokumen-dokumen terkait proyek pengadaan UPS, alat UPS, lokasi UPS, dan meminta keterangan dari 15 orang yang berhubungan dengan proyek tersebut. Mereka terdiri dari 10 orang perwakilan dari sekolah penerima UPS. Dua lainnya adalah mantan Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat Alex Usman dan mantan Kepala Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat Zainal Soelaiman. Tiga lainnya adalah Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) yang berasal dari Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Status penyelidikan dari kasus dugaan korupsi itu pun sudah ditingkatkan menjadi penyidikan. Artinya, Polda Metro Jaya semakin dekat juga dengan penentuan tersangka dari proyek yang memakan biaya hingga Rp 330 miliar tersebut. Namun, Ajie enggan menyebutkan tersangka dari kasus tersebut meski dirinya mengaku telah memiliki gambaran. "Kalau belum ada bukti, kami belum bisa menyebutkan. Saat ini kami masih mengumpulkan bukti-buktinya," kata dia. (Unoviana Kartika) Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ada indikasi 'mark up' pengadaan UPS di APBD 2014
JAKARTA. Polda Metro Jaya menyebut proyek pengadaan alat uninterruptible power supply (UPS) di sekolah-sekolah di DKI Jakarta merugikan negara. Pasalnya, ada indikasi penggelembungan (mark up) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2014 untuk proyek tersebut. "Indikasi tersebut didapatkan dari hasil penyelidikan sejak 28 Januari 2015 lalu," ujar Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ajie Indra saat dihubungi, Minggu (8/3). Namun, Ajie belum dapat mengatakan jumlah kerugian yang diterima negara lantaran proyek tersebut. Pihaknya masih memintanya kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan DKI Jakarta. "Untuk menganalisis dokumen, kepolisian juga melibatkan BPKP DKI Jakarta. Jadi masih menunggu untuk detailnya. Yang pasti, ada dugaan mark up," tutur dia. Ajie menjelaskan, indikasi tersebut diperkuat dengan adanyanya ketidaksesuaian antara perencanaan dan kebutuhan dari sasaran. Hasilnya, kata dia, juga tidak sesuai dengan harapan. Diketahui, Polda Metro Jaya telah menyelidiki dokumen-dokumen terkait proyek pengadaan UPS, alat UPS, lokasi UPS, dan meminta keterangan dari 15 orang yang berhubungan dengan proyek tersebut. Mereka terdiri dari 10 orang perwakilan dari sekolah penerima UPS. Dua lainnya adalah mantan Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat Alex Usman dan mantan Kepala Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat Zainal Soelaiman. Tiga lainnya adalah Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) yang berasal dari Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Status penyelidikan dari kasus dugaan korupsi itu pun sudah ditingkatkan menjadi penyidikan. Artinya, Polda Metro Jaya semakin dekat juga dengan penentuan tersangka dari proyek yang memakan biaya hingga Rp 330 miliar tersebut. Namun, Ajie enggan menyebutkan tersangka dari kasus tersebut meski dirinya mengaku telah memiliki gambaran. "Kalau belum ada bukti, kami belum bisa menyebutkan. Saat ini kami masih mengumpulkan bukti-buktinya," kata dia. (Unoviana Kartika) Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News