Ada insentif cukai rokok, apakah saham GGRM harus dibeli? Ini rekomendasi analis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Simak rekomendasi saham GGRM dari sejumlah analis berikut. Apakah saham GGRM harus dijual atau dibeli karena pemerintah memberikan insentif cukai rokok.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memberikan insentif berupa penundaan pelunasan pita cukai kepada pabrikan rokok sejak 1 Juli 2021. Beleid tersebut memberikan relaksasi pelunasan pembayaran pita cukai menjadi 90 hari, tadinya hanya dalam waktu 60 hari. Aturan ini berlaku untuk pabrikan rokok yang memesan pita cukai pada periode 9 April 2021 hingga 9 Juli 2021. 

Namun, emiten berkode saham GGRM telah mencatatkan penurunan laba bersih di semester I/2021. Laba bersih yang dicatatkan GGRM mencapai Rp 2,3 triliun atau turun 39,5% secara year on year (yoy). 


Analis Ciptadana Sekuritas, Muhammad Fariz dalam risetnya yang dirilis pada 2 Agustus 2021 menuliskan pada semester I/2021 pendapatan GGRM berhasil tumbuh 12,9% menjadi Rp 60,6 triliun. Menurutnya, pertumbuhan tersebut didorong oleh tingginya volume penjualan. 

Akan tetapi, kenaikan pendapatan tersebut ditekan oleh peningkatan harga pokok penjualan (COGS) sebesar 20,1% secara yoy. Laba operasional juga turun cukup dalam, sebesar 45,3% secara yoy menjadi Rp 2,8 triliun akibat kenaikan opex sebesar 5,4%.

Analis Panin Sekuritas Rendy Wijaya dalam risetnya memaparkan, dibandingkan dengan HSMP, GGRM memiliki porsi pendapatan produk sigaret kretek mesin (SKM) yang lebih besar, di mana pendapatan SKM di semester I/2021 berkontribusi sebesar 92% terhadap total pendapatannya di rentang waktu tersebut. 

Baca Juga: Perusahaan rokok: HMSP, GGRM hingga Djarum dapat insentif cukai belasan triliun

Rendy perkirakan margin laba kotor akan cenderung stabil di level saat ini, seiring dengan minimnya fleksibilitas dari perusahaan untuk melakukan penyesuaian harga di tengah kondisi daya beli konsumen yang cenderung lemah. 

Analis RHB Sekuritas Michael Wilson melihat insentif ini tidak akan terlalu banyak berpengaruh, karena kebijakan ini hanya untuk capital backing. “Dalam arti itu, misalnya saya harus bayar cukai Rp 100 miliar, tapi bisa ditunda sebulan,” jelas Michael kepada Kontan, Selasa (7/9).

Kenaikan harga jual dinilai menjadi salah satu sentimen yang akan mempengaruhi kinerja GGRM sampai akhir tahun ini. Michael melihat harga kenaikan untuk pass on cukai masih sangat lambat.

Baca Juga: IHSG menguat 0,50% ke 6.118, asing borong saham BBCA, TLKM dan BBRI

Dengan ekonomi yang melemah dan harganya yang naik, membuat Michael melihat banyak perokok yang down trading. Misalnya untuk perokok mild, banyak yang pindah ke produk bold, ataupun SKM yang full flavour.

“Atau yang kedua, bisa saja mereka dari full flavour pindah ke SKT, karena trennya SKT volumenya naik selama 1-2 tahun terakhir ini, karena SKT cukainya murah, rokoknya murah, kenaikan cukainya pun tidak banyak, atau perokok SKM mild pindahnya ke tier-2 seperti Wismilak,” keta Michael. 

Memasuki semester II/2021 Rendy melihat kinerja masih akan cenderung tertekan, karena beberapa faktor, seperti penerapan PPKM darurat yang masih akan menekan tingkat mobilitas masyarakat, khususnya di pusat perbelanjaan dan perkantoran.
“Daya beli masyarakat yang masih cenderung lemah di tengah pandemi Covid-19 yang masih terus berlangsung. Menurunnya mobilitas masyarakat di area ini akan turut menyebabkan menurunnya permintaan rokok,” jelas Rendy dalam risetnya yang dirilis 4 Agustus 2021. 

Simak rekomendasi saham GGRM di halaman selanjutnya

Editor: Adi Wikanto