KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Geliat investasi langusng atau foregn direct investment (FDI) dalam negeri masih menggairahkan. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat sebanyak Rp 175 triliun dana FDI ngantri untuk sektor industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan dana FDI TPT itu merupakan rencana komitmen untuk tujuh tahun investasi. Untuk pilihan lokasi investasi industri TPT terletak di Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng), dan Jawa Timur (Jatim). Baca Juga: Asosiasi tekstil menilai usulan safeguard masih rendah Namun, Bahlil mengaku Jabar belum sampai pada tahapan teknis. Pihaknya masih membedah faktor-faktor yang dapat memenghambat investasi di Tanah Sunda. “Kami sedang mencari regulasi yang mudahkan mereka agar mereka tidak perlu repot-repot,” kata Bahlil di kantor BKPM, Rabu (11/12). Bahlil menambahkan salah satu kendala utama adalah Upah Minimum Pekerja (UMP) di Jabar sudah agak mahal. Oleh karenannya, Jateng dan Jatim menjadi bagian relokasi beberapa investasi dari Jabar. Alasannya, gaji tenaga kerja di Jateng dan Jatim yang relatif lebih murah. Saat ini pemerintah tengah mengindentifikasi stimulus yang dapat merealisasikan FDI PTP itu. Bahlil menyampaikan agar investasi TPT itu bisa terealisasi pihaknya akan berkoordinasi dengan kementerian teknis terkait dan pemangku kepentinga lainnya. Dia berjanji bila tidak ada arah melintang, Rabu (18/12) depan investasi tersebut akan mendapatkan kepastian dan diselesaikan. Nafsu pemerintah melancarkan FDI TPT ini adalah guna menekan impor tekstil dan meningkatkan ekspor. Penetrasi impor tekstil tinggi karena bahan baku yang mahal. Ditambah mesin oprasional sudah tidak efektif digunakan lantara sudah usang. Baca Juga: Terungkit akhir tahun, POLY membidik pertumbuhan Masalahnya peremajaan mesin produksi tekstik tak kunjung terjadi. “Bukan rahasia umum lagi, bahwa garmen kita banyak impor dari negara lain terutama China,” ungkap Bahlil. Strategi pemerintah ke depan akan merangkut pasar dalam negeri agar memaksimalkan suplay produk dalam negeri. Tetapi, untuk dapat ke sana, Bahlil berharap sinergi pemerintah dan pengusaha dapat terwujud. Terutama regulasi tidak boleh lagi memberatkan dunia usaha tekstil agar tercipta kondisi yang kompetitif. “Harapan kami ke depan adalah sinergi kemudian melahirkan satu keputusan win-win solution, untungkan pengusaha dan negara,” kata Bahlil.
Ada investasi Rp 175 triliun di Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Geliat investasi langusng atau foregn direct investment (FDI) dalam negeri masih menggairahkan. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat sebanyak Rp 175 triliun dana FDI ngantri untuk sektor industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan dana FDI TPT itu merupakan rencana komitmen untuk tujuh tahun investasi. Untuk pilihan lokasi investasi industri TPT terletak di Jawa Barat (Jabar), Jawa Tengah (Jateng), dan Jawa Timur (Jatim). Baca Juga: Asosiasi tekstil menilai usulan safeguard masih rendah Namun, Bahlil mengaku Jabar belum sampai pada tahapan teknis. Pihaknya masih membedah faktor-faktor yang dapat memenghambat investasi di Tanah Sunda. “Kami sedang mencari regulasi yang mudahkan mereka agar mereka tidak perlu repot-repot,” kata Bahlil di kantor BKPM, Rabu (11/12). Bahlil menambahkan salah satu kendala utama adalah Upah Minimum Pekerja (UMP) di Jabar sudah agak mahal. Oleh karenannya, Jateng dan Jatim menjadi bagian relokasi beberapa investasi dari Jabar. Alasannya, gaji tenaga kerja di Jateng dan Jatim yang relatif lebih murah. Saat ini pemerintah tengah mengindentifikasi stimulus yang dapat merealisasikan FDI PTP itu. Bahlil menyampaikan agar investasi TPT itu bisa terealisasi pihaknya akan berkoordinasi dengan kementerian teknis terkait dan pemangku kepentinga lainnya. Dia berjanji bila tidak ada arah melintang, Rabu (18/12) depan investasi tersebut akan mendapatkan kepastian dan diselesaikan. Nafsu pemerintah melancarkan FDI TPT ini adalah guna menekan impor tekstil dan meningkatkan ekspor. Penetrasi impor tekstil tinggi karena bahan baku yang mahal. Ditambah mesin oprasional sudah tidak efektif digunakan lantara sudah usang. Baca Juga: Terungkit akhir tahun, POLY membidik pertumbuhan Masalahnya peremajaan mesin produksi tekstik tak kunjung terjadi. “Bukan rahasia umum lagi, bahwa garmen kita banyak impor dari negara lain terutama China,” ungkap Bahlil. Strategi pemerintah ke depan akan merangkut pasar dalam negeri agar memaksimalkan suplay produk dalam negeri. Tetapi, untuk dapat ke sana, Bahlil berharap sinergi pemerintah dan pengusaha dapat terwujud. Terutama regulasi tidak boleh lagi memberatkan dunia usaha tekstil agar tercipta kondisi yang kompetitif. “Harapan kami ke depan adalah sinergi kemudian melahirkan satu keputusan win-win solution, untungkan pengusaha dan negara,” kata Bahlil.