KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Dwi Soetjipto mengungkapkan Blok East Natuna banyak diminati oleh negara lain, salah satunya Rusia. “Memang (Rusia) berminat saya kira di East Natuna banyak yang berminat, dari Malaysia juga berminat,” jelasnya saat ditemui di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Senin (5/12). Meski belum bisa memerinci siapa perusahaan Rusia tersebut, Dwi mengatakan, perusahaan tersebut hampir sama dengan yang saat ini terlibat di Blok Tuna.
Seperti diketahui, saat ini Blok Tuna dioperasikan oleh Harbour Energy dan ZN Asia Ltd, anak usaha perusahaan migas milik pemerintah Rusia, Zarubezhneft. Masing-masing perusahaan tersebut mengempit 50% hak partisipasi. Asal tahu saja, pemerintah melalui Kementerian ESDM kembali melelang Blok East Nauna. Lelang ulang ini akan dilakukan setelah pengembalian blok tuntas dilakukan PT Pertamina.
Baca Juga: Ini Alasan Pertamina Lelang Ulang Blok East Natuna Beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menjelaskan, pemerintah sedang memproses pengembalian blok tersebut ke negara. Nantinya, lelang terbuka akan dilakukan terutama untuk D-Alpha. Blok East Natuna rencananya akan dibagi menjadi 3 blok, di mana D-Alpha merupakan blok migas yang paling besar. Untuk menarik investor, Pemerintah juga tengah menggodok insentif khusus blok tersebut. "Insentif untuk East Natuna mesti signifikan. Kami sedang hitung, tapi harus menarik sekali,” imbuhnya.
Sedikit kilas bali, Blok East Natuna ditemukan tahun 1973 dan hingga saat ini masih belum dikembangkan. Blok East Natuna menyimpan potensi sebesar trilion cubic feet (Tcf) dengan potensi gas yang
recoverable sebesar 46 Tcf. Kendala utama pengembangan blok ini adalah kadar CO2 yang mencapai 72%. Blok ini semula dikelola ExxonMobil dan mendapatkan hak kelolaannya tahun 1980. Namun lantaran tidak ada perkembangan, pada tahun 2007 kontraknya dihentikan. Setahun kemudian yaitu tahun 2008, East Natuna diserahkan pengelolaannya ke PT Pertamina. Selanjutnya, ExxonMobil, Total dan Petronas, bergabung. Posisi Petronas kemudian digantikan PTT Exploration and Production (PTT EP) tahun 2012. Sayangnya tahun 2017 konsorsium ini bubar dengan alasan tidak ekonomis dan menyisakan PT Pertamina. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari