Ada Kekhawatiran Pendanaan JETP Jebakan Utang, Ini Penjelasan Pemerintah



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Sejumlah pihak mengkhawatirkan pendanaan jumbo dari skema Just Energy Transition Partnership (JETP) adalah jebakan utang untuk Indonesia. Pasalnya, porsi hibah dari JETP sangat kecil dibandingkan jumlah uang yang dijanjikan. 

Melansir Dokumen Investasi dan Kebijakan Komprehensif atau comprehensive investment and policy plan (CIPP), total hibah yang akan dimobilisasi hanya sebesar US$ 295,4 juta dari total pendanaan US$ 21,6 miliar. 

Deputi Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin mengatakan, pendanaan internasional ini akan diarahkan untuk proyek yang produktif. Menurutnya pendanaan dapat dikatakan sebagai jebakan utang ketika dialokasikan untuk proyek yang tidak dibutuhkan. 


“Kalau dari kami, kami pastikan menjaga supaya jangan sampai nanti kita dipaksa melakukan sesuatu yang tidak dibutuhkan. Tetapi kan pembangkit listrik penting, sesuai dengan kebutuhan energi dan industri kita,” ujarnya ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Selasa (21/11). 

Baca Juga: Dana JETP Akan Segera Dicairkan untuk Dua Proyek Ini

Sejalan dengan kebutuhan energi itu, pembangunan pembangkit tentu saja membutuhkan investasi yang besar. Biasanya, sumber modalnya didapatkan dari utang. 

“Selama kebutuhannya produktif, menghasilkan nilai tambah, ya tidak apa-apa pakai utang. Tapi kalau enggak, ya jangan,” sebutnya. 

Senada, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir menambahkan, utang untuk proyek yang produktif adalah hal yang biasa. 

“Yang tidak produktif dan dikoruptif ya kita sikat. Pengusaha saja utangnya 70%, ekuitas 30%. Jadi utang yang dikorupsi dan pemborosan itu yang kita sikat,” ujarnya dalam kesempatan yang sama. 

Namun, Erick tidak bisa buka-bukaan mengenai besaran bunga dari pendanaan JETP. Yang jelas, Kementerian BUMN sangat memperhitungkan beban bunga yang harus dibayarkan nantinya. 

Sebelumnya, Chairman Indonesia Clean Energy Forum (ICEF), Bambang Brodjonegoro menyatakan, Indonesia harus melakukan negosiasi dengan pihak yang terlibat dalam skema JETP, khususnya perihal komposisi pendanaan dan nominal hibah yang saat ini masih sangat mini. 

Ia bilang, Kementerian ESDM harus menegosiasikan porsi pendanaan di mana porsi pembiayaan ekuitas harus lebih besar dibandingkan pembiayaan utang. 

Pembiayaan ekuitas ialah proses peningkatan modal melalui penjualan saham di suatu perusahaan. Sedangkan pembiayaan utang ialah meningkatkan jumlah utang dengan cara menerbitkan surat utang jangka panjang, semisal obligasi atau surat utang lainnya. 

“Jangan sampai, paling gampang, ada pinjaman nih bunganya sekian tetapi gampang diakses kalau proyek renewable. Nanti kita akhirnya jadi pembicaraan seolah-olah Indonesia mau transisi energi tetapi menambah utang,” ujarnya dalam acara Indonesia Energy Transition Dialogue 2023, di Jakarta, Senin (18/9). 

Baca Juga: Persiapan PLN Eksekusi Pensiun Dini PLTU Cirebon 1 dan Bangun Transmisi Jawa-Sumatera

Sejalan dengan ini, Bambang menilai, seharusnya porsi hibah dalam JETP harus ditambah karena bagaimanapun investor berminat masuk ketika ada dukungan atau jaminan dari pemerintah. 

“Bisa berupa grant (hibah) supaya prosesnya mulus, itu yang penting dari sisi financing,” imbuhnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat