KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Taper tantrum atau kondisi pasar yang bergejolak ketika bank sentral mulai mengetatkan kebijakan kini menjadi kekhawatiran pelaku pasar. Kondisi ini pernah terjadi pada 2013. Kondisi ini biasanya terjadi setelah adanya krisis ekonomi di mana Federal Reserve melakukan quantitative easing (QE) untuk meningkatkan likuiditas di pasar. Namun saat ekonomi mulai pulih, The Fed bakal mengurangi nilai pembelian aset tersebut, yang kemudian bisa memicu penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Saat kondisi taper tantrum terjadi, biasanya saham defensif menjadi pilihan investor masuk dalam racikan portofolionya. SVP Research Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial menegaskan potensi taper tantrum masih terlalu jauh untuk dibicarakan.
Ada kekhawatiran taper tantrum, apakah ini saatnya beralih ke saham defensif?
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Taper tantrum atau kondisi pasar yang bergejolak ketika bank sentral mulai mengetatkan kebijakan kini menjadi kekhawatiran pelaku pasar. Kondisi ini pernah terjadi pada 2013. Kondisi ini biasanya terjadi setelah adanya krisis ekonomi di mana Federal Reserve melakukan quantitative easing (QE) untuk meningkatkan likuiditas di pasar. Namun saat ekonomi mulai pulih, The Fed bakal mengurangi nilai pembelian aset tersebut, yang kemudian bisa memicu penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Saat kondisi taper tantrum terjadi, biasanya saham defensif menjadi pilihan investor masuk dalam racikan portofolionya. SVP Research Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial menegaskan potensi taper tantrum masih terlalu jauh untuk dibicarakan.