Ada keluhan, Sri Mulyani akan revisi PMK No. 118



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wajib pajak (WP) mengeluhkan adanya penolakan permohonan surat keterangan bebas (SKB) PPh yang diajukan wajib pajak peserta amnesti pajak. Dalam penolakan ini, wajib pajak dimintakan berbagai syarat di luar aturan yang ada.

Atas adanya keluhan ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan merevisi atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang  pelaksanaan UU Pengampunan Pajak sebagaimana telah diubah dengan PMK 141/PMK.03/2016.

“Kami ubah tujuannya untuk memberi pelayanan yang terbaik dari amnesti pajak kepada yang mengalihkan aset atas tanah dan bangunan,” ucapnya saat konferensi persi di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Rabu (15/11).


Ia memaparkan, poin dari PMK yang akan dirilis Jumat pekan ini tersebut adalah bahwa untuk keperluan penandatanganan Surat Pernyataan Notaris antara Nominee dan WP serta proses balik nama di Badan Pertanahan Nasional (BPN), WP dapat menggunakan SKB PPh atau fotokopi Surat Keterangan Pengampunan Pajak.

"Penyesuaian PMK tersebut adalah untuk keperluan penandatanganan surat pernyataan notariil antara nominee dan WP dan dalam rangka balik nama di BPN, maka WP dapat menggunakan SKB PPh atau menggunakan Surat Keterangan Pengampunan Pajak. Dulu waktu ikut amnesti pajak, mereka dapat Surat Keterangan Pengampunan Pajak. Surat itu bisa digunakan untuk dapatkan surat pernyataan notariil dan pengurusan di BPN. Ketentuan itu sejalan dengan Permen Agraria dan Tata ruang atau BPN yang keluar No.15/2017," ujarnya.

Sebelumnya, sumber KONTAN menyebut, ada beberapa skema terkait penolakan permohonan SKB PPh dalam hal pengalihan ini. Pertama, ada syarat harus membuktikan segitiga penjual pertama atau pemilik awal, nomine, dan pemilik atau peserta amnesti pajak. Padahal ini tidak ada di UU dan PMK. Adapun kedua, WP dimintai kuasa jual, tetapi setelah dipenuhi ditolak juga.

Namun, menurut Sri Mulyani, alasan utama penolakan permohonan SKB PPh itu ada lima. Pertama, memang persyaratan formal belum dipenuhi. Kedua, adanya perbedaan data dengan yang dideklarasikan di amnesti pajak.

Ketiga, lantaran yang dipermohonkan bukan harta tambahan yang dideklarasikan pada amesti pajak. Keempat, karena itu transaksi jual beli biasa. Kelima, karena alasan lain-lainnya, misalnya tidak terdapat pengalihan hak, tahun perolehan harta sebelum WP Badan berdiri, dan lain-lain.

Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, revisi PMK sebaiknya didahului identifikasi dan inventarisasi masalah empirik yang terjadi di lapangan, sehingga menjawab persoalan yang ada.

“Perlu mendengarkan dulu masukan dan saran dari stakeholders agar ada kejelasan dan kepastian. Termasuk sinkronisasi dengan kebijakan BPN. Bagaimanapun SKB itu mandat PP. Apakah dengan peraturan kepala BPN yang tidak mewajibkan SKB berarti pembebasan pajak langsung berlaku? Jangan sampai di kemudian hari justru ditagih oleh kantor pajak,” ujarnya kepada KONTAN, Rabu.

Asal tahu saja, persyaratan formal yang diperlukan untuk permohonan SKB PPh ini di antaranya:

1. Fotokopi Surat Keterangan

2. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir atas Harta yang dibaliknamakan,

3. Fotokopi akte jual/beli/hibah atas Harta yang dibaliknamakan, dan

4. Surat pernyataan kepemilikan Harta yang dibaliknamakan yang telah dilegalisasi oleh notaris. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto