KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Realisasi pembangunan fasilitas dan pengolahan mineral (smelter) baik untuk nikel maupun bauksit masih rendah. Padahal, kebijakan ini sudah berlangsung satu tahun sejak terbitnya Peraturan Menteri No. 06 tahun 2017 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral Ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian. Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per Maret 2018 ini. Masih ada beberapa perusahaan yang progress pembangunan smelternya di kisaran 0%-an. Seperti misalnya untuk smelter nikel. Dari 16 smelter yang berjalan pembangunannya, ada 3 perusahaan yang realisasi pembangunan smelternya masih di angka 0%.
Seperti contoh PT Ceria Nugraha Indotama pada Desember 2017 lalu progres pembangunan smelternya masih 0,03% dan di Maret kemarin baru mencapai 0,529%. Dimana, ia sudah mendapatkan rekomedasi ekspor sekitar 2,3 juta ton dan sudah terealisasi 1,5 juta ton. Selain itu PT Fajar Bakti Lintas Nusantara yang sejak Desember lalu smelternya masih 0% hingga sampai saat ini. Bahkan, ia sudah mendapatkan rekomendasi ekspor 4 juta ton dan realisainya 933.703 ton. Satu lagi adalah PT Genba Multi Mineral yang pada Januari 2018 ini baru mendapatkan rekomendasi ekspor sebanyak 1,89 juta ton. Namun realisasi pembangunan smelternya masih 0%. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Bambang Gatot Ariyono mengatakan, jika dalam enam bulan sesuai dari verifikator independen, progres smelternya belum mencapai 90% dari rencana kerja. Maka pihaknya akan mencabut rekomendasi ekspornya. Selain dari smelter, begitu juga dengan smelter bauksit. Kementerian ESDM mencatat dari tujuh smelter bauksit, ada tiga perusahaan yang realisasinya masih di angka 0%. Antara lain, PT Dinamika Sejahtera Mandiri, tercatat saat ini pembangunan smelternya masih 0,483%. Padahal pihaknya sudah mendapatkan rekomendasi ekspor sejak Juli 2017 dengan jumlah 2,4 juta ton.