KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) berpotensi menambah beban bagi dunia usaha. Kebijakan ini juga berpotensi menambah gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di tahun depan. Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai pemerintah perlu memberikan insentif lanjutan terkait adaya potensi gelombang PHK imbas dari kenaikan PPN 12% dan UMP yang memberatkan industri. "Pemerintah perlu mempersiapkan insentif lanjutan, sekali lagi bila insentif yang diberikan selama ini dirasa tidak cukup dengan melihat perkembangan industri tahun depan," kata Yusuf pada Kontan.co.id, Kamis (19/12).
Baca Juga: Ada Ancaman Gelombang PHK, Apindo Minta Pemerintah Perhatikan Sektor Padat Karya Rendy menyebut kedua kebijakan ini dirilis dalam kondisi yang kurang tepat, dimana perekonomian Indonesia dihadapkan dengan pelemahan daya beli masyarakat juga PHK di beberapa sektor industri. Hal ini terbukti dari pertumbuhan ekonomi sebesar 4,95% pada triwulan III-2024, atau relatif melambat jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang mencapai 5,05%. Maka, menurutnya kenaikan PPN 12% dan UMP menambah kompleksitas terhadap upaya pemulihan ekonomi terutama untuk tahun depan. Rendy mengatakan pemerintah memang telah mengguyur insentif khususnya untuk sektor padat karya yakni pembebeasan pajak penghasilan (PPh). Namun, ia mengingatkan bahwa dalam komposisi pembentukan biaya yang dikeluarkan pelaku usaha terdapat komponen gaji karyawan, hingga biaya produksi yang dipastikan akan membengkak imbas dari kenaikan PPN 12%. "Oleh karena itu saya kira wajar ketika kenaikan upah ini diskusinya belum selesai karena di satu sisi kenaikan PPN akan memberikan tambahan beban bagi pengusaha, di saat yang bersamaan kenaikan PPN juga bisa mempengaruhi penyesuaian kenaikan upah yang ditetapkan," jelasnya.
Baca Juga: Sah! PPN 12% Resmi Berlaku 1 Januari 2025, Ini Barang dan Jasa yang Dikecualikan Sebelumnya, Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani mengatakan kebijakan kenaikan UMP akan memperparah kondisi di sektor padat karya pada tahun depan. Menurutnya kenaikan ini akan meningkatkan biaya operasional perusahaan, terlebih banyak tenaga kerja yang dilibatkan di industri ini. "Kebijakan-kebijakan kenaikan UMP pasti ada dampak besar terhadap biaya operasional perusahaan, makanya kami minta pemerintah untuk jangan menambah beban bagi padat karya," jelas Shinta usai giat Outlook Ekonomi 2025 di Kantor Apindo, Kamis (19/12). Untuk itu, Shinta meminta kepada pemerintah untuk memberikan berbagai insentif misalnya keringanan pajak badan hingga beban iuran BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, Shinta juga meminta kepada pemerintah untuk memberikan defisini jelas sektor mana saja yang masuk kedalam upah khusus sektoral atau UMPS. Pasalnya, Shinta menyebut saat ini ukuran penetapanya sektoral dilimpahkan kepada pemerintah daerah tanpa ada ukuran yang jelas. Dampaknya, beberapa daerah banyak yang menetapkan usaha sektoral secara acak dan membebani pelaku usaha.
"Makanya saya minta bantuan pemerintah untuk memperhatikan, membuat panduan agar daerah tidak menetapkan semena mena sebagala macam sektor, termasuk padat karya yang terhantam," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi