KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Minat transaksi kripto berkurang akibat faktor ketidakpastian global. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memandang, kekhawatiran di pasar global tersebut turut berpengaruh bagi transaksi kripto di Indonesia. Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK, Hasan Fawzi mengungkapkan, sehubungan dengan perkembangan aktivitas aset kripto di Indonesia, jumlah total investor masih berada dalam tren peningkatan. Dimana, tercatat jumlah investor sebesar 21,27 juta orang pada September dibandingkan 20,9 juta orang di bulan Agustus 2024. Namun, pada periode yang sama, nilai transaksi aset kripto di Indonesia terpantau melambat. OJK mencatat bahwa nilai transaksi aset kripto berkurang 31,17% Month on Month (MoM) menjadi Rp 33,67 triliun pada September dibandingkan Rp 48,92 triliun di Agustus 2024.
“Perlambatan seiring adanya dinamika global yang kelihatannya membuat transaksi aset kripto mengalami penurunan,” jelas Hasan dalam konferensi pers OJK, Jumat (1/11). Baca Juga: Fenomena Uptober Kurang Bergairah, Ini Sentimen Pendorong Pasar Kripto pada November OJK melihat, dinamika pasar keuangan global utamanya dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan perlambatan ekonomi Tiongkok. Perkembangan tersebut membuat premi risiko meningkat dan kenaikan yield secara global, sehingga mendorong aliran modal keluar dari negara emerging market, termasuk indonesia. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok masih menunjukkan perlambatan, baik dari sisi permintaan maupun suplai, sehingga mendorong bank sentral Tiongkok untuk terus mengeluarkan stimulus. Di sisi lain, risiko geopolitik yang memanas turut menjadi tantangan bagi prospek perekonomian ke depan. Kendati demikian, Hasan menuturkan bahwa nilai transaksi kripto domestik masih bertumbuh signifikan di sepanjang tahun 2024. Selama periode Januari – September, nilai transaksi kripto melesat 351,97% year on year (yoy) menjadi Rp 426,69 triliun. Baca Juga: Bitcoin Berpeluang Cetak Rekor Baru di Level US$ 75.000 Jelang Pemilu AS dan FOMC