KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mandatori perluasan penerapan B20 saat ini diprediksi akan meningkatkan jumlah konsumsi crude palm oil (CPO) baik di dalam negeri atau untuk ekspor. Namun menurut Direktorat Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Lila H. Bachtiar, lahan CPO tidak akan ditambah namun produksi biodiesel yang perlu digenjot. “Tantangannya bukan bagaimana meningkatkan produksi CPO, tantangannya adalah bagaimana kita menggenjot konsumsi fuel. Jadi demand-nya harus dinaikkan,” kata Edy saat ditemui di Grand Dhika, Dr. Mansyur Medan, Minggu (8/10). Berdasarkan data Gapki (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), produksi CPO tahun 2015 mencapai 35,5 juta ton, di tahun 2016 total produksi CPO 34,5 ton, tahun 2017 total produksi 41,98 juta ton. Sementara itu, hingga Agustus 2018 total produksi CPO 30,67 juta ton. Ini menunjukkan tren produksi yang semakin meningkat.
Pada September 2018, Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) memprediksi akan terjadi kenaikan ekspor, namun angkanya tipis sebesar 0,05 juta ton menjadi 2,8 juta ton dibandingkan Agustus 2,75 juta ton (tidak termasuk Crude Palm Kernel Oil/CPKO). Menurut Edy saat ini produksi CPO di Indonesia sudah sangat banyak sehingga, jika memperluas lahan CPO bukanlah solusinya, melainkan meningkatkan permintaan pasar (demand) akan produk CPO seperti halnya biodiesel untuk program renewable energy. “CPO ini sudah sangat besar di Indonesia, dan produksi CPO tidak bisa distop. Kalau minyak bumi bisa ditunda liftingnya karena harga lagi turun, tapi kalau CPO itu kan buah tidak bisa distop produksinya,” ujarnya. Namun sayang, sejauh ini perluasan penggunaan biodiesel tidaklah mudah. Untuk di Indonesia masih terhambat di penggunaan beberapa peralatan (mesin) yang belum maksimal. Untuk ekspor, juga terkendala karena beberapa negara memiliki kebijakan dalam penerapan renewable energy di negaranya.