Ada mutasi Covid-19, epidemiolog UI: Protokol kesehatan tidak dapat ditawar lagi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa negara kembali melaporkan munculnya varian baru virus COVID-19. Setelah Inggris melaporkan adanya temuan mutasi dari virus Covid-19 pada akhir tahun lalu, disusul Afrika Selatan dan Brazil juga melaporkan temuan mutasi virus ini.

Menanggapi hal tersebut, Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif menyatakan, mutasi adalah kemampuan virus untuk bertahan hidup. Setiap virus ketika menginfeksi satu induk semang seperti sel manusia, kemudian bereplikasi dan dapat terjadi mutasi. Umumnya mutasi terjadi tidak pada bagian penting dari virus.

“Kemampuan kita untuk memeriksa terjadinya berbagai skuensial genetik dari virus yang beredar di Indonesia masih terbatas. Kalau Inggris sudah melaporkan puluhan ribu varian ke bank genom. Indonesia melalui Lembaga Molekuler Eijkman baru melaporkan kurang dari 150-an varian virus Covid-19 karena pemeriksaan ini membutuhkan biaya yang mahal,” kata Syahrizal dalam keterangan tertulisnya, Jumat (5/2).


Syahrizal mengatakan, mutasi virus Covid-19 selama ini umumnya tidak terjadi pada bagian yang penting, namun mutasi yg terjadi pada bagian tanduk - spike dari virus, menimbulkan kekhawatiran- karena virus akan lebih mudah untuk masuk ke sel sasaran sehingga penularannya akan lebih cepat dibanding dengan varian yang lama.

“Hingga hari ini WHO belum mendapat laporan bukti bahwa varian mutasi virus Covid-19 yang baru ini lebih tinggi tingkat keganasannya. Para ahli juga terus meneliti dampak varian baru ini terhadap tingkat perlindungan vaksin,” terang dia.

Syahrizal menegaskan tidak perlu khawatir berlebihan terhadap munculnya varian baru- yg pada dasarnya mutasi dapat terjadi di negara manapun. Perlu didukung upaya pemerintah untuk meningkatkan kapasitas pemeriksaan sekuensial genetik terhadap virus yang beredar di dalam negeri.

Baca Juga: Satgas sebut Presiden Jokowi akan terapkan PPKM skala mikro mulai 9 Februari

Ia bilang, selagi situasi wabah masih fluktuatif dan pemberian vaksin masih terbatas, pencegahan 3M dan menghindari kerumunan serta upaya pemerintah dalam 3T perlu ditingkatkan.

“Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) harus dilaksanakan lebih ketat dan lebih tegas. Seluruh acara yang berpotensi kerumunan harus dilarang, termasuk acara-acara pernikahan dan kegiatan sosial lainnya” ujar dia.

Syahrizal mengatakan, vaksinasi sama sekali tidak memunculkan varian virus baru. Bahan – bahan pembuat vaksin tidak mendorong munculnya mutase. Menurut Syahrizal saat ini yang mesti dilakukan oleh pemerintah adalah menurunkan angka kematian, menurunkan beban pelayanan dan biaya pelayanan kesehatan, yaitu dengan cara yang tepat dalam strategi vaksinasi.

Ia menilai, saatnya Pemerintah untuk membuka diri dan mempertimbangkan bukti- bukti ilmiah di China, Brazil dan Turki bahwa Sinovac aman untuk kelompok Lansia. Jika tetap menunggu vaksin Pfizer misalnya- terjadi penundaan yg merugikan dari aspek Cost- effectiveness program.

“Upaya mencapai herd immunity baru akan tercapai tahun 2022. Sehingga ketersediaan vaksin untuk kelompok lansia dan komorbid perlu dipercepat,” tutur Syahrizal.

#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #jagajarakhindarikerumunan #cucitangan #cucitanganpakaisabun

Selanjutnya: Karena ingin liburan, banyak orang bersedia disuntik vaksin Covid-19

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .