Ada omnibus law, SLJ Global (SULI) harapkan kebijakan fiskal untuk dorong ekspor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja sejumlah peraturan bakal mengalami perubahan. Tak terkecuali Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Jika dicermati beberapa pasal di UU Kehutanan seperti pasal 27, 28 dan 29 yang dihapus. Dalam omnibus law tersebut tak ada lagi ketentuan yang mengategorikan subjek yang berhak memanfaatkan kawasan, jasa lingkungan maupun hasil hutan bukan kayu.

Baca Juga: Revisi UU Minerba, luas wilayah tambang perpanjangan PKP2B masih jadi perdebatan


Tak ada lagi pula pembagian peruntukkan perorangan, koperasi dan badan usaha. Mengenai hal tersebut, menurut salah pelaku industri PT SLJ Global Tbk (SULI), sejauh ini dari dulu belum ada persoalan dibidang perizinan maupun ketentuan pemanfaatan kawasan.

David, Wakil Presiden Direktur SULI mengaku belum dapat berkomentar banyak soal omnibus law tersebut lantaran masih mengkajinya. Yang terang bagi perusahaan, industri kayu dan kehutanan perlu dukungan dari segi fiskal.

"Sebab sejak beberapa waktu ini pasar (kayu) terpuruk, belum lagi saat ekspor ada banyak pajak," kata David kepada Kontan.co.id, Selasa (3/3).

Untuk itu manajemen SULI berharap pemerintah dapat memperhatikan kebijakan fiskal agar dapat mendorong pasar ekspor kayu Indonesia.

Mengenai ketersediaan pasokan bahan baku, menurut David, tak menjadi kekhawatiran utama perseroan sebab suplai selama ini tetap terjaga. Apalagi SULI dan anak perusahaan juga mengelola 6 (enam) areal hutan alam seluas 840.500 hektare.

SULI diketahui saat ini memiliki pabrik kayu lapis berkapasitas terpasang sebesar 190.000 meter kubik  per tahun dan pabrik MDF (medium density fiberboard) berkapasitas terpasang 200.000 meter kubik per tahun.

Baca Juga: Kebut pembahasan, revisi UU Minerba ditarget bisa rampung April 2020

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat