KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menganjurkan pelaku
fintech peer to peer (P2P)
lending mengandeng perusahaan asuransi. Hal ini bertujuan untuk mitigasi gagal bayar pinjaman dan menghindari penagihan tidak wajar dalam platform
fintech P2P
lending. Hal ini memberikan angin segar bagi perusahaan asuransi umum di Indonesia lantaran ada peluang baru yang bisa digarap. Apalagi OJK mencatat akumulasi pinjaman lewat
fintech lending hingga Mei 2019 sebesar Rp 41,04 triliun. Nilai ini tumbuh 81,11% dibandingkan tahun lalu atau
year to date (ytd) di 2018 sebesar Rp 22,66 triliun. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat sudah ada beberapa perusahaan asuransi umum yang memiliki produk
fintech ini.
Direktur Eksekutif AAUI Dody AS Dalimunthe mengatakan biasanya perusahaan asuransi menyasar
fintech lending yang memberikan pinjaman multiguna. Namun tidak menutup kemungkinan untuk pinjaman produktif. “P2P memiliki produk penyaluran dana dengan mekanisme pembayaran cicilan. Risiko bagi pemberi pinjaman atau
lender adalah tidak terbayarnya cicilan pinjaman tersebut. Asuransi bisa memberikan
cover asuransi pinjaman, dimana jika terjadi kegagalan pembayaran cicilan pinjaman akibat beberapa risiko yang dialami peminjam atau
borrower. Maka asuransi akan memberikan penggantian sebesar sisa pinjaman yang masih terutang,” ujar Dody kepada Kontan.co.id, Rabu (17/7). Dody menambahkan, produk asuransi yang menyasar
fintech ini adalah modifikasi dari asuransi kredit. Biasanya skema kerjasama dilakukan antara pihak asuransi dengan perusahaan P2P tersebut. Ia menekankan perusahaan asuransi harus mempelajari profil debitur serta sistem seleksi dari peminjam yang dilakukan oleh
fintech. “Semua produk yang akan dijual oleh perusahaan asuransi termasuk
fintech ini harus mendapatkan izin OJK. Menurut kami segmen ini punya potensi tumbuh,” tambah Dody. Dody menyatakan asuransi yang menyasar
fintech memiliki potensi tumbuh lantaran,
fintech P2P
lending mampu memberikan pinjaman yang lebih sederhana dan cepat dibandingkan lembaga pembiayaan lainnya. Lantaran adanya peran teknologi dalam mendukung proses ini. Salah satu perusahaan yang sudah menyasar segmen
fintech adalah PT Asuransi Simas Insurtech. Direktur Utama Asuransi Simas Insurtech Teguh Aria Djana menyatakan asuransi penjaminan pinjaman
fintech memiliki peluang yang menarik hingga akhir tahun. Teguh bilang hingga saat ini Simas Insurtech sudah menjamin pinjaman
fintech sebanyak Rp 5 miliar. Simas Insurtech hingga saat ini sudah menjamin lebih dari 10
fintech lending. Teguh mengaku jumlah ini akan terus bertambah. Lantaran saat ini masih melakukan integrasi atau
application programming interface (API) dengan
fintech lending lainnya. "Peluangnya besar, tapi kita masih selektif. Karena
risk exposure-nya harus disesuaikan dengan kapasitas permodalan kita juga," jelas Teguh.
Teguh bilang Simas Insurtech akan menjamin hingga 70%-80% dari total pokok pinjaman. Adapun pinjaman yang akan dijamin memiliki berbagai macam jenis, mulai dari cicilan barang,
cash loan, serta pinjaman bagi UKM dan merchant
online. "Pinjaman produktif dan konsumtif
fintech lending, dua duanya ada risikonya, yang kita lihat proses
screening calon peminjam yang ada di
fintech. Juga besarnya jumlah transaksi dan kemudian prosedur
collection mereka seperti apa," tutur Teguh. Hingga saat ini, Teguh mengaku pendapatan premi Simas Insurtech mencapai Rp 48 miliar per Juni 2019. Ia mengaku nilai ini tumbuh lebih dari 100% yoy dari posisi yang sama tahun lalu. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi