Ada pembatasan impor baja, Krakatau Steel targetkan penjualan naik 20%-30% tahun ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pembatasan impor baja lewat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 110 tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya. Peraturan ini mulai berlaku pada 20 Januari 2019.

Peraturan tersebut diharapkan memberikan peluang pertumbuhan bagi industri baja nasional lantaran penggunaan baja impor akan dibatasi dan lebih mengutamakan penggunaan baja lokal.

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim menyambut baik kebijakan yang ditetapkan pemerintah tersebut. "Dampaknya akan bagus, bukan hanya untuk KRAS tapi juga industri dan pasar baja di Indonesia," terangnya kepada kontan.co.id, Senin (21/1).


Sebelumnya untuk akhir tahun 2018 lalu, KRAS menargetkan pertumbuhan pendapatan sebesar 15% dari tahun sebelumnya yang senilai US$ 1,44 miliar. Sementara untuk produksi baja milik KRAS diharapkan naik 40% menjadi 2,8 juta ton pada 2018.

Untuk tahun 2019, KRAS menargetkan kenaikan penjualan dan produksi baja sebesar 20%-30% dibanding tahun sebelumnya. "Pertumbuhan penjualannya sama dengan pertumbuhan produksi. Tapi untuk target laba bersih tahun ini tergantung proses restrukturisasi dan juga pelaksanaan Permendag 110 yang baru berlaku 20 Januari 2019 kemarin. Jika dilaksanakan dengan baik, tidak akan ada lagi impor merajalela dan industri baja dan khususnya KRAS bisa untung," tuturnya.

Silmy juga bilang untuk ekspansi tahun ini, KRAS mengalokasikan belanja modal alias sebesar US$ 200 juta. "Belanja modalnya bakal dipakai untuk menyelesaikan proyek yang sedang berjalan dan penambahan fasilitas baru," paparnya.

Menurut Silmy, tahun ini turut menjadi peluang bagi KRAS untuk meraih untung. "Alasannya karena kami sedang dalam proses restrukturisasi utang dan akan mulai beroperasinya fasilitas produksi pabrik baja lembaran panas 2 atau HSM2 pada pertengahan tahun 2019 ini sehingga produktifitas pabrik bisa meningkat," lanjutnya.

Silmy juga menjelaskan di tahun ini pihaknya akan tetap fokus pada penjualan dalam negeri. "Ekspor tetap kita jadikan target. Tapi domestik lebih penting karena pada tahun 2018 lalu, kita kebanjiran baja impor. Maka, prioritas kita masih ke pasar di dalam negeri," tukas dia.  Adapun kontribusi ekspor bagi pendapatan KRAS saat ini sebesar 10%-15%.

Sementara itu, permintaan baja kasar (crude steel) berkisar dari 13 juta-14 juta ton. Namun saat ini baru bisa dipenuhi produksi crude steel dalam negeri sebanyak 8 juta-9 juta ton per tahun, sedangkan sisanya dipasok dari China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan India.

Selain itu, Silmy juga memaparkan bahwa saat ini kapasitas produksi baja milik KRAS rata-rata berkisar 5 juta ton-6,25 juta per tahun. Ia menambahkan di tahun ini, pihaknya akan meningkatkan kapasitas produksi menjadi 6,5 juta ton per tahun. "Tahap berikutnya, maksimal hingga 2025 akan ditingkatkan menjadi 10 juta ton per tahun," tambah dia.

Silmy juga menyertakan rincian kapasitas produksi baja milik KRAS untuk iron making kapasitasnya sudah mencapai 6 juta ton pada Desember 2018. Kemudian untuk kapasitas produksi steel making telah mencapai 5,2 juta ton pada akhir 2018. Sementara untuk kapasitas produksi Rolling atau plate mill diharapkan mencapai 6,25 juta ton pada Juni 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi