Ada penerapan HET, HOKI perkuat basis produksi dan perlebar kanal penjualan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras menjadi tantangan tersendiri bagi emiten produsen beras, PT buyung Poetra Sembada Tbk. Sebab, meski barang yang diproduksi berkualitas premium, emiten berkode HOKI ini tak dapat menjual di atas harga yang sudah ditetapkan pemerintah.

Mengakali hal tersebut, Buyung Putra juga mulai memperbanyak kanal penjualannya dengan merambah kanal penjualan di e-commerce. Sejak akhir tahun lalu, produk Topi Koki sudah masuk di e-commerce JD.id, menyusul penjualan di Elevania yang sudah bekerjasama lebih dulu.

Investor Relations HOKI, Dion Surijata bilang sejak ada penerapan HET, HOKI harus memperlebar kanal penjualannya. "Saat ini porsi online market masih kecil di bawah 5%," ujar Dion kepada Kontan.co.id, Minggu (22/4).


Ke depan, dengan tren belanja online, HOKI tak menutup mata melihat potensi kanal penjualan ini dengan membuka peluang kerjasama dengan pemain e-commerce lainnya. Sementara ini, JD.id masih jadi penyumbang terbesar kanal penjualan online. Dion bilang, dalam satu kali pesanan JD.id memboyong sekitar lima kontainer beras Topi Koki untuk disebar di beberapa gudang milik e-commerce itu.

Direktur Marketing HOKI, Budiman Susilo bilang sejatinya sejak dua tahun lalu, TopiKoki sudah merambah masuk ke kanal online, baik itu secara langsung dipegang oleh TopiKoki maupun melalui reseller.

"Dengan seiring waktu ada beberapa tambahan online yang langsung menjual seperti Brambang.com dan ada beberapa lagi yang berminat dalam tahap penjajakan," ujar Budiman.

Saat ini, ritel modern berkontribusi paling besar yaitu di atas 50%. Sementara untuk pasar tradisional dan kerjasama B2B dengan perusahaan hotel dan katering totalnya sekitar 40%.

Kian ekspansif

Di sisi produksi, HOKI juga kian ekspansif. Saat ini, perusahaan tengah membangun pabrik baru di Sumatra Selatan. Rencananya, pabrik yang akan beroperasi pada Juni 2019 ini bakal jadi tempat proses menggiling hingga menghasilkan beras yang sudah dikemas.

Kapasitas produksinya juga tak main-main, yaitu 40 ton per jam. Anggaran belanja modal untuk membangun pabrik ini sekitar Rp 100 miliar.

Di sana, HOKI juga tengah membangun power plant dengan daya 3 megawatt. Untuk itu HOKI sudah menagggarkan Rp 60 miliar. Power plant ini untuk mengatasi limbah produksi gabah HOKI. Soalnya, di Sumatra Selatan tak ada industri yang dapat menyerap limbah kulit padi seperti di dua lokasi pabrik lainnya.

"Saat ini sudah tahap perataan tanah, untuk power plant sudah bisa mulai beroperasi awal tahun ini," kata Dion.

Meski niat awalnya untuk mengatasi limbah, namun pembangunan power plant ini tak menutup kemungkinan menjadi salah satu tambahan pendapatan HOKI.

"Belum ada kesepakatan dengan PLN, jadi bukan seperti kontrak untuk membuat pembangkit listrik tapi lebih kepada meminimalisir limbah, tapi kalau PLN mau ambil listrik mustinya akan dapat pendapatan juga dari sana," kata Dion.

Ekspansi HOKI di ranah produksi bukan tanpa sebab. Analis Mirae Asset Sekuritas, Mangesti Diah Sulistiani bilang, HOKI sejak awal punya kelebihan dibanding kompetitornya dalam hal menjaga hubungan dengan para pemasok berkualitas. "Ini membantu perusahaan menjaga suplai padi dan berasnya untuk memenuhi permintaan pasar," ujar Mangesti dalam risetnya, Rabu (18/4).

Sebelum membangun pabrik di Sumatra Selatan, HOKI sudah memiliki basis produksi yang cukup kuat. Kapasitas produksi di pabrik Cipinang sebesar 5 ton per jam. Sementara di Subang, kapasitasnya 30 ton per jam.

"Sejak akhir tahun kemarin, permintaan sedang tinggi makanya kami menambah jam produksi jadi 12 jam," ujar Dion.

Tahun ini, HOKI menargetkan dapat mengantongi penjualannya sebesar Rp 1,4 triliun dari pencapaian tahun sebelumnya yaitu Rp 1,2 triliun.

Pada perdagangan Jumat (20/4), harga saham HOKI naik 20 bps atau 3,15% ke level Rp 655. Secara year to date (ytd), harga saham HOKI sudah terkerek 90.41%. Sedangkan dalam enam bulan harganya sudah naik 107,28%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi