Ada Perubahan Kebijakan DMO, Simak Prospek Emiten CPO



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA, Kementerian Perdagangan (Kemendag) kembali mengeluarkan kebijakan pemangkasan rasio volume ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) mulai berlaku sejak 1 Mei 2023.

Pemerintah mengambil kebijakan tersebut dalam rangka menjaga kestabilan pasokan kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO), serta memastikan harga minyak goreng di pasar rakyat tetap stabil dan terjangkau.

Adapun kebijakan tersebut, pemerintah menurunkan rasio volume ekspor minyak sawit menjadi 1:4 dari sebelumnya 1:6. Artinya, produsen hanya dapat melakukan ekspor sebanyak 4 kali dari jumlah kebutuhan dalam negeri atau DMO.


Baca Juga: Menakar Dampak Pembatasan Ekspor CPO Terhadap Kinerja Emiten Kelapa Sawit

Sebelumnya, pemerintah sudah memangkas rasio kuota hak ekspor CPO dari 1:8 menjadi 1:6 per 1 Januari 2023. 

Research & Consulting Manager Infovesta Kapital Advisori Nicodimus Kristiantoro mengatakan kebijakan DMO kali dapat menjadi tantangan untuk emiten CPO karena pendapatan dari ekspor akan tertahan, apalagi juga harga CPO juga dalam tren penurunan. 

"Para emiten CPO harus memikirkan strategi lain agar bisa beradaptasi dengan kebijakan baru ini," tuturnya kepada Kontan, Jumat (28/4).

Di sisi lain, kebijakan pemerintah yang juga mencairkan deposit hak ekspor CPO milik pengusaha selama Sembilan bulan ke depan akan berefek pada kinerja saham CPO sehingga dapat  membuat investor cenderung kurang meminati saham CPO.

Menurut Nico hal tersebut akan berdampak kepada fundamental emiten tersebut. Namun diprediksi investor akan wait and see dalam 1 kuartal ke depan terkait dampak lanjutan atas kebijakan DMO.

Baca Juga: Dharma Satya Nusantara (DSNG) Prediksi Kinerja 2023 Naik Satu Digit

Nico melihat kedepannya emiten CPO dapat melakukan diversifikasi ke lini bisnis yang berbeda agar dapat mengcover tertahannya hak ekspor pada kebijakan baru tersebut. 

Selain itu emiten CPO juga bisa mengembangkan produksinya di dalam negeri dan memaksimalkan penyebaran penggunaan produk mereka di tanah air.

Menurut Nico pergerakan harga CPO akan menjadi faktor utama pendorong kinerja emiten CPO dimana pada tahun 2023 ini diproyeksikan harga CPO masih akan melandai.

Namun ke depannya masih terbuka untuk penguatan harga seiring penerapan kebijakan biodisel yang mengharuskan penggunaan kadar CPO lebih tinggi. Selain itu, serta efek re opening China yang akan mendorong demand terhadap CPO.

Baca Juga: Saham Emiten Batubara Mayoritas Menghijau, Cermati Rekomendasi Analis

Nico menyarankan untuk emiten CPO untuk HOLD terlebih dahulu, dan dapat buy on weakness untuk saham yang memiliki diversifikasi lini bisnis yang beragam. 

Nico merekomendasikan buy on weakness untuk saham SMAR dengan target harga Rp 6.000. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli