JAKARTA. Kinerja ekspor yang melemah berpotensi menyebabkan defisit neraca perdagangan semakin melebar. Kendati neraca modal masih surplus, namun ketidakpastian ekonomi global membuat investasi tak mampu dijadikan andalan untuk menopang defisit ini.Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistyaningsih mengungkapkan, ekspor tak bisa diharapkan sebagai penopang karena basis ekspor Indonesia adalah komoditas yang saat ini harganya melorot. Dalam kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian, Lana bilang sulit mengharapkan harga komoditas bisa terdongkrak. Di sisi lain, meski arus investasi masih lumayan deras, tapi tak menjamin neraca modal bisa tetap surplus.Alasannya, dari beberapa sumber devisa negara seperti ekspor, investasi baik investasi asing langsung (FDI) maupun portofolio dan pinjaman, hanya devisa yang berasal dari ekspor, portofolio dan pinjaman yang bisa likuid. Artinya, "Satu-satunya yang bisa diharapkan adalah dari portofolio," ujar Lana Kamis (2/8).Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat ekspor Juni 2012 sebesar US$ 15,36 miliar dan impor sebesar US$ 16,69 miliar. Alhasil, pada Juni 2012, Indonesia kembali mencatatkan defisit neraca perdagangan sebesar US$ 1,32 miliar.Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan defisit neraca perdagangan kemungkinan akan terjadi sepanjang tahun ini, hingga akhir tahun.Nah, untuk mengatasi masalah tersebut, menurut Bambang, Indonesia perlu menjaga neraca arus modal. Dengan begitu, neraca pembayaran tidak terganggu dan tidak terjadi tekanan yang berlebihan pada nilai tukar.Namun, Lana berpendapat lain. Dia menegaskan, meski arus modal masuk masih cukup tinggi, tapi Indonesia tak bisa selamanya mengandalkan surplus neraca modal. Alasannya, portofolio sangat tergantung pada sentimen global yang sewaktu-waktu bisa naik dan bisa turun.Ditambah lagi, likuiditas di global akhir-akhir ini agak seret karena investor global mengambil posisi aman dengan berinvestasi di save haven. Alhasil "Minat investor global untuk berinvestasi ke negara berkembang bisa turun dan membuat arus investasi mengecil," kata Lana.Lana mengingatkan adanya potensi defisit perdagangan yang semakin melebar ke depannya. Apalagi, jika kondisi global terus memburuk. Jika kondisi ini berlanjut, satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah mengerem laju impor. Ini dilakukan agar selisih antara ekspor dan impor tak terlalu lebar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ada potensi defisit neraca perdagangan makin lebar
JAKARTA. Kinerja ekspor yang melemah berpotensi menyebabkan defisit neraca perdagangan semakin melebar. Kendati neraca modal masih surplus, namun ketidakpastian ekonomi global membuat investasi tak mampu dijadikan andalan untuk menopang defisit ini.Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistyaningsih mengungkapkan, ekspor tak bisa diharapkan sebagai penopang karena basis ekspor Indonesia adalah komoditas yang saat ini harganya melorot. Dalam kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian, Lana bilang sulit mengharapkan harga komoditas bisa terdongkrak. Di sisi lain, meski arus investasi masih lumayan deras, tapi tak menjamin neraca modal bisa tetap surplus.Alasannya, dari beberapa sumber devisa negara seperti ekspor, investasi baik investasi asing langsung (FDI) maupun portofolio dan pinjaman, hanya devisa yang berasal dari ekspor, portofolio dan pinjaman yang bisa likuid. Artinya, "Satu-satunya yang bisa diharapkan adalah dari portofolio," ujar Lana Kamis (2/8).Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, tingkat ekspor Juni 2012 sebesar US$ 15,36 miliar dan impor sebesar US$ 16,69 miliar. Alhasil, pada Juni 2012, Indonesia kembali mencatatkan defisit neraca perdagangan sebesar US$ 1,32 miliar.Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan defisit neraca perdagangan kemungkinan akan terjadi sepanjang tahun ini, hingga akhir tahun.Nah, untuk mengatasi masalah tersebut, menurut Bambang, Indonesia perlu menjaga neraca arus modal. Dengan begitu, neraca pembayaran tidak terganggu dan tidak terjadi tekanan yang berlebihan pada nilai tukar.Namun, Lana berpendapat lain. Dia menegaskan, meski arus modal masuk masih cukup tinggi, tapi Indonesia tak bisa selamanya mengandalkan surplus neraca modal. Alasannya, portofolio sangat tergantung pada sentimen global yang sewaktu-waktu bisa naik dan bisa turun.Ditambah lagi, likuiditas di global akhir-akhir ini agak seret karena investor global mengambil posisi aman dengan berinvestasi di save haven. Alhasil "Minat investor global untuk berinvestasi ke negara berkembang bisa turun dan membuat arus investasi mengecil," kata Lana.Lana mengingatkan adanya potensi defisit perdagangan yang semakin melebar ke depannya. Apalagi, jika kondisi global terus memburuk. Jika kondisi ini berlanjut, satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah mengerem laju impor. Ini dilakukan agar selisih antara ekspor dan impor tak terlalu lebar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News