Ada Potensi Rotasi Sektor, Ini Rekomendasi Saham Unggulan dan Catatan dari Analis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Seiring gerak menanjak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), posisi sektoral saham pun mengalami pergeseran sepanjang Agustus. Dalam sebulan terakhir, indeks saham energi masih bisa unjuk gigi dengan akumulasi kenaikan tertinggi secara year to date.

Sektor energi memimpin dengan performa positif 26,75% hingga akhir perdagangan Agustus. Performa sektor energi melonjak dibandingkan posisi per akhir Juli yang saat itu masih mengakumulasi kenaikan 16,69%. Artinya, sektor energi mendaki 10,06% dalam sebulan.

Kenaikan cukup signifikan juga dicapai oleh sektor properti yang sudah dalam posisi +1,08% year to date hingga Jumat (30/8). Padahal per 31 Juli, sektor properti masih terperosok dalam posisi minus 10,25%. 


Tak kalah dari properti, sektor konsumsi non-primer (consumer cyclicals) juga melejit dalam sebulan terakhir. Dari posisi -7,57% di akhir Juli menjadi +11,30% sampai tutup bulan lalu.

Baca Juga: Rekomendasi Saham Antisipasi Rotasi Sektor & Penurunan Suku Bunga di September

Sektor saham lain yang mampu melaju dalam sebulan terakhir adalah keuangan (per akhir Agustus +1,04% vs -3,87% per Juli). Kemudian ada sektor infrastruktur (per Agustus +3,77% vs +0,34% per Juli).

Sementara itu, sektor teknologi masih belum bisa keluar dari tekanan. Ketika pasar saham sedang menanjak, sektor energi malah melemah 0,55% dalam sebulan dari -25,88% per Juli menjadi -26,43% year to date hingga Agustus 2024.

Memasuki bulan September, Research Analyst Stocknow.id Emil Fajrizki mengamati pergerakan sektor saham masih dibayangi oleh sejumlah faktor. Sentimen terbesar datang dari pemangkasan suku bunga The Fed yang diprediksi mulai terjadi pada bulan ini.

Ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter itu telah memacu saham-saham di sektor yang sensitif terhadap suku bunga. 

"Perubahan ini bisa memicu rotasi ke arah sektor-sektor tersebut. Seperti sektor keuangan dan properti yang sangat dipengaruhi oleh suku bunga," kata Emil kepada Kontan.co.id, Senin (2/9).

Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus menambahkan, jika pemangkasan suku bunga The Fed diikuti oleh Bank Indonesia, maka sektor yang sensitif terhadap suku bunga bisa menjadi primadona. 

Hanya saja, Daniel menaksir tidak semua sektor sensitif suku bunga akan terdongkrak naik akibat pelonggaran kebijakan moneter ini.

Daniel menyoroti sektor teknologi yang diprediksi masih sulit mendaki. Alasannya, kinerja dan valuasi emiten sektor teknologi secara umum masih belum menarik. Sehingga investor belum kembali melirik.

Pengamat Pasar Modal dan Founder WH Project William Hartanto turut memandang prospek saham teknologi belum kembali cemerlang. Menurut dia, posisi investor saat ini sudah berbeda dengan pandangan pada tahun 2020-2021 lalu, ketika sektor teknologi menjadi primadona.

"Pelaku pasar membeli dengan membayangkan masa depan saham-sahamnya cerah. Tapi sepertinya sekarang sudah lebih realistis dan fokus pada saham-saham yang uptrend saja," terang William.

Baca Juga: Simak Rekomendasi Teknikal Saham TBLA, BBYB, BBNI untuk Selasa (3/8)

Head of Retail Research Sinarmas Sekuritas Ike Widiawati mengamini, prospek sektor teknologi masih cukup menantang. Selain pertimbangan fundamental, secara teknikal sektor teknologi masih dalam fase tren bearish.

Sedangkan bagi sektor keuangan, penurunan suku bunga berpotensi mengurangi risiko kenaikan non-performing loan (NPL). Bagi sektor properti, pemangkasan suku bunga yang dibarengi perpanjangan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berpeluang mendongkrak pendapatan pra-penjualan (marketing sales) pada kuartal IV-2024.

Rekomendasi Saham

Pada September ini, William memperkirakan sektor yang telah naik di bulan Agustus yakni energi, konsumsi non-primer, properti, keuangan dan infrastruktur masih bisa lanjut menanjak. Namun dengan level kenaikan yang lebih terbatas.

Dengan masih adanya potensi kenaikan, pelaku pasar masih bisa menerapkan strategi trading buy pada sejumlah saham di sektor tersebut. 

"Fokus pada saham-saham yang sudah uptrend, namun mengincar support terdekat untuk dibeli sebelum melanjutkan penguatannya," terang William.

William menjagokan PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG), PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL), PT Ciputra Development Tbk (CTRA) dan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE).

Baca Juga: Kinerja Aneka Tambang (ANTM) Terdampak Penurunan Harga Nikel, Cek Rekomendasi Analis

Daniel turut mengingatkan potensi koreksi, meski hal ini ditaksir hanya bersifat sementara. Dia menjagokan sektor keuangan dan properti, dengan rekomendasi saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) dan PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS).

Pilihan untuk sektor properti adalah saham BSDE dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA). Ike menyarankan saham berfundamental sehat dan secara teknikal menarik di sektor keuangan.

Di jajaran big bank, Ike menyodorkan BBRI, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI). Saham lain yang menarik dilirik adalah PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN) dan PT Bank Jago Tbk (ARTO). 

Sementara Emil menjagokan sektor keuangan, properti, konsumsi non-primer dan sektor energi. Pilihan sahamnya adalah BBRI (target harga Rp 5.640), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dengan target harga Rp 7.500, PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) target harga Rp 525 dan CTRA (target Rp 1.385).

Di sektor konsumsi, Emil menyodorkan saham PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) untuk target harga Rp 1.575 dan PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES) target harga Rp 795. Kemudian sektor energi pada saham ADRO (target Rp 3.870) dan PTBA untuk target harga Rp 2.915 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi